BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perdarahan pada
kehamilan harus dianggap kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan
muda disebut keguguran atau arbortus, sedangkan pada trimester terakhir dari
kehamilan disebut perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa,
solusio plasenta, perdarahan pada plasenta letak rendah, pecahnya sinus
marginalis, pecahnya vasa previa (Wiknjosastro,2002).
Plasenta letak
rendah adalah plasenta yang tempat implantasinya beberapa milimeter atau cm
dari tepi jalan lahir atau pinggir plasenta berada kira-kira 3 – 4 cm diatas
pinggir pembukaan sehingga tida kakan teraba pada pembukaan jalan lahir, resiko perdarahan tetap ada namun bisa
dibilang kecil dan bisa dilahirkan pervaginam dengan aman.
Perkiraan angka
kematian ibu menurut WHO ( World Health
Organization ) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan di negara dengan
pendapatan menengah. Penurunan angka kematian ibu selama periode 1990-2005 di
Sub-Sahara Afrika hanya 0.1% per tahun. Selama periode 1990-2005 juga belum ada
kawasan yang mampu mencapai penurunan angka kematian ibu pertahun hingga 5.5%.
Hanya Asia Timur yang penurunannya telah mendekati target yakni 4.2 % pertahun
serta Afrika Utara, Asia tenggara, Amerika latin dan Karibia mengalami
penurunan yang jauh lebih besar dari Sub-sahara Afrika. Penurunan angka
kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk
mencapai target tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals/MDGS) dalam rangka mengurangi tiga per
empat jumlah perempuan meninggal selama hamil dan melahirkan pada tahun 2015,
target AKI untuk 2015 ialah 102/100.000 kelahiran hidup.
Menurut data
WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi
dinegara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang
merupakan yang tertinggi (450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup)
jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara
persekmakmuran. Berdasarkan laporan dari Human Development indeks (HDI) pada
tahun 2006 peringkat AKI untuk kawasan ASEAN, Singapura (24), Brunai Darusalam
(32), Malaysia (61), Thailand (76), Filipina (77) dan Indonesia berada pada
peringkat terendah yaitu (108). AKI yang tinggi menunjukkan kualitas hidup
perempuan masih rendah. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia secara
umum. Kematian ibu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada
tingkat kematian bayi (Meutia, 2006).
Hasil survey
demografi kesehatan indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia menunjukan
angka 307/100.000 kelahiran hidup (KH), jauh diatas target AKI untuk MDG yang
ditetapkan WHO sebesar 102/100.000 kelahiran hidup (DepKes RI,2007). Namun
menurut Siti Fadillah Supari, untuk angka kematian Ibu (AKI), berhasil
diturunkan dari 270 per 100.000 KH pada tahun 2004 menjadi 262 pada tahun 2005
dan 248 pada tahun 2006 menjadi 225 pada tahun 2007. Berdasarkan Survey
demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2006-2007 AKI di Indonesia adalah 244
per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2008 menjadi 235 per 100.000
kelahiran hidup, dan pada tahun 2009
menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, dan diharapkan pada tahun 2010 menjadi
125 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintahan Indonesia menargetkan AKI dapat
diturunkan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014, selain itu
kesempatan MDGs menargetkan AKI di Indonesia dapat diturunkan menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Sebagian besar
(60-80%) kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan saat melahirkan,
persalinan macet, sepsis, tekanan darah tinggi pada kehamilan dan komplikasi
dari aborsi. Komplikasi kehamilan atau persalinan yang menyebabkan kematian ibu
tak bisa diperkirakan sebelumnya, dan sering terjadi beberapa jam atau hari
setelah persalinan. Kematian seorang ibu sangatlah berpengaruh terhadap
kesehatan dan kehidupan anak-anak yang ditinggalkannya. Pemerintahan Indonesia
dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir
telah melaksanakan suatu program yaitu program making pregnancy safer (MPS). (http://pdfsearchpro.com/pdf/aki-tahun-2010.html)
Istilah 3
terlambat dan 4 terlalu merupakan fenomena
yang paling sering terjadi dan merupakan faktor pendukung penyebab AKI.
Istilah 3 terlambat yaitu terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan harus
mencari pertolongan ke fasilitias kesehatan, terlambat dalam mencapai fasilitas
kesehatan yang memadai dan terlambat dalam menerima pelayanan kesehatan yang
cukup memadai pada setiap tingkatan. Istilah 4 terlalu yaitu terlalu muda muda
untuk menikah, terlalu sering hamil dan terlalu banyak melahirkan dan terlalu
tua untuk hamil (Depkes,2004).
AKI dikota
Palembang sampai saai ini masih berpedoman pada hasil survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT). Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI tetapi
dilakukan survey penyebab langsung kematian ibu diantarannya adalah perdarahan
(28%), Eklampsia (24%), infeksi (11%), partus lama (5%) dan abortus (5%).
Kemudian pada tahun 2002-2003, AKI menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup.
berdasarkan hasil survey dan kependudukan Indonesia (SDKI) 2003, hal ini
menunjukan bahwa AKI cenderung mengalami penurunan ( http://pdfsearchpro.com/dinaskesehatan-kotapalembang-tahun2008-2013-pdf.html
)
AKI di kota
Palembang berdasarkan laporan indikator database 2005 UNFPA 6 th Country Programme adalah 317 per 100.000
kelahiran lebih rendah dari AKI propinsi Sum-sel sebesar 467 per 100.000
kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 dikota palembang sebanyak 15 orang
dengan penyebabnya yaitu Eklampsia, HPP, Ca Pharing, stroke, gagal ginjal,
plasenta akreta, emboli air ketuban, post sectio caesarea, kelainan jantung dan
lain-lain (Y. Widyastuti, SST, M. Kes dan Susilawati, 2008).
Plasenta previa menjadi penyebab utama perdarahan
antepartum pada trimester ketiga. Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam
pada segmen bawah rahim dan terletak di daerah atau di dekat ostium internum
cervix. Di sini plasenta berada di depan bagian terendah janin. Menurut Browne,
klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu plasenta previa totalis,
plasenta previa parsialis, plasenta previa marginalis dan plasenta letak rendah
(low lying placenta)
( Harry Oxorn & William R. Forte, 2010. Ilmu kebidanan patologi
& Fisiologi Persalinan ). Ada beberapa faktor yang menyebabkan ibu hamil
mengalami plasenta previa, diantarannya yaitu multiparitas, umur lanjut,
hipoplasia endometrium, cacat jaringan. Wanita berusia lebih dari 30 tahun
lebih cenderung mendapat plasenta previa. Literatur negara barat melaporkan
frekuensi plasenta previa kira-kira 0,3-0,6 %. Di negara-negara berkembang
berkisar antara 1-2,4 % menurut jenisnya, Eastman melaporkan plasenta previa
sentralis 20%, lateralis 30% dan letak rendah 50%. Prevelensi plasenta previa
di negara maju berkisar antara 0.26-2.00% dari seluruh jumlak kehamilan.
Sedangkan di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti berkisar antara
2.4-3.56% dari seluruh kehamilan. Tiga dekade sampai dengan pertengahan tahun
1980 angka kejadian meningkat menjadi 0.48 % mungkin disebabkan oleh
meningkatnya faktor resiko terjadinya plasenta previa seperti umur ibu hamil
semakin tua atau terlalu muda, kelahiran secara bedah sesar, paritas yang
tinggi serta meningkatnya jumpah abortus yang terjadi. Penyebab plasenta previa
belum diketahui secara pasti, namun kerusakan endomettrium pada persalinan
sebelumnya dan gangguan vasikularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang
mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa.
Pada keadaan yang normal plasenta terletak dibagian
atas uterus. Anatomi plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan
diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gr.
Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya ditengah (sarwono,2001). Pada
umumnya insiden plasenta previa 1 diantara 250 kehamilan frekuensinya
bervariasi, namun pada nulipara kejadiannya hanya 1 diantara 1000 sampai 15000
kehamilan, dimana kejadiannya pada multipara sebesar 1 kejadian dari 29
kehamilan.
B. Masalah
......
C. Manfaat
1.
Manfaat
Teoritis
Diharapkan dapat menambah
pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
2.
Manfaat
Praktis
Diharapkan
dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi mahasiswi Universitas Andalas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
dasar medis
1. Plasenta Previa
a. Pengertian
Plasenta Previa
Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi
dari ibu dalam bentuk Oksigen, asam amino, vitamin, minral dan zat lainnya ke
janin dan membunag sisa metabolisme janin dan carbon monosida
(Manuaba, 1998. Ilmu kebidanan, peyakit kandungan & keluarga berencana untuk
pendididkan bidan).
Plasenta berbentuk bundar dengan ukuran 15 cm x 20 cm
dengan tebal 2,5 cm sampai 3 cm. berat plasenta 500 gr. Panjang talipusat yang
menghubungkan plasenta 60 cm. Tali pusat terpendek yang pernah dilaporkan 2,5
cm dan terpanjang sekitar 200 cm. Plasenta terbentuk sempurna pada minggu ke-
16. Sebelum plasenta terbentuk sempurna dan sanggup untuk memelihara janin,
fungsinya dilakukan oleh korpus luteum gravidarum. Implantasi plasenta terjadi
pada fundis uteri depan atau belakang.
Plasenta previa ialah suatu kehamilan dimana plasenta
berimplantasi abnormal pada segmen bawah rahim (SBR), menutupi ataupun tidak
menutupi OUI, sedangkan kehamilan itu sudah viable
atau mampu hidup diluar rahim ( usia kehamilan >20 minggu dan atau berat
janin > 500 gram ) (Achadiat, 2004).
Plasenta previa adalah Plasenta dengan implantasi disekitar
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh Osteum
uteri internum ( Manuaba, 1998. Ilmu
kebidanan, penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan bidan).
Plasenta previa adalah plasenta ada didepan jalan
lahir ( prae: didepan ; vias : jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau
sebagian ostium internum ( Wiknjosastro, 1999 ).
Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam pada
segmen bawah rahim dan terletak di daerah atau di dekat ostium internum cervix.
Di sini plasenta berada di depan bagian terendah janin
( Harry Oxorn & William R.
Forte, 2010. Ilmu kebidanan patologi
& Fisiologi Persalinan ).
Plasenta previa terjadi jika plasenta
tumbuh di tempat yang rendah, didaerah penipisan-pembukaan pada segmen bawah
rahim. Karena itu plasenta terletak lebih rendah dari janin ( mendahului letak
janin ) dan dapat menghalangi pelahiran pervaginam
( Bason Raplh & Martin L, 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi).
Plasenta previa adalah
posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik posterior maupun
anterior, sehingga perkembangan plasenta yang sempurna menutupi os servik.
Plasenta Letak rendah
adalah plasenta tertanam dalam segmen bawah rahim sehingga tepi plasenta
sebenarnnya tidak mencapai OUI tetapi terletak sangat berdekatan dengan osteum
internum servik. Menurut Wiknjosastro (2008) jarak implantasi plasenta lebih
kurang 2 cm dari OUI dan bila jaraknya lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.
b. Klasifikasi
Prasenta previa
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada
keadaan anatomi melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka
klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya pada pembukaan yang masih
kecil, seluruh pembukaan ditutupi jaringan plasenta ( plasenta previa totalis),
namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa
lateralis. (Manuaba,1998).
Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5
cm :
1)
Plasenta
previa sentralis atau totalis, bila pada pembukaan 4-5 cm teraba palsenta
menutupi seluruh ostium
Gambar 2.1
Plasenta Previa Sentralis
Sumber :
http://chemutzhe.wordpress.com/placenta-previa/.
2)
Plasenta
previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebaian pembukaan ditutupi oleh
plasenta. Plasenta previa lateralis dibagi 2 yaitu :
a) Plasenta previa lateralis posterior yaitu bila
sebagian plasenta menutupi ostium bagian belakang.
b) Plasenta previa lateralis anterior yaitu bila sebagian
plasenta menutupi ostium bagian depan.
Gambar 2.2
Plasenta Previa Parsialis
c)
Plasenta
previa marginalis yaitu bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi
plasenta.
Gambar 2.3
Menurut penulis
buku-buku Amerika Serikat :
1) Plasenta previa totalis yaitu seluruh ostium ditutupi
plasenta
2) Plasenta previa partialis yaitu sebagian ostium
ditutupi plasenta
3) Plasenta letak rendah ( low-lying placenta ) yaitu tepi plasenta berada 3-4 cm diatas
pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.
Gambar 2.4
Macam-macam Plasenta Previa
Sumber
; http//www.google.co.id/inglanding?q=plasenta+previa&hl=id.
Menurut Browne :
1) Tingkat I : Lateral placenta previa
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah
bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2) Tingkat 2: Marginal plasenta previa
Plasenta mencapai pinggir pembukaan ostium
3) Tingkat 3: Complete plasenta previa
Plasenta menutupi osteum waktu tertutup dan tidak
menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4) Tingkat 4: Cenral plasenta previa
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir
lengkap
Menurut Achadiat (2004) :
1) Plasenta previa totalis apabila OUI seluruhnya
tertutupp oleh plasenta.
2) Plasenta previa parsialis apabila hanya sebagian OUI
tertutup plasenta.
3) Plasenta previa lateralis apabila hanya tepi plasenta
yang menutupi OUI
4) Plasenta letak rendah apabila plasenta berimplantasi
di SBR tetapi tidak ada bagian yang menutupi OUI.
Gambar 2.5
Plasenta Normal dan Plasenta previa
c. Insidensi
Plasenta Previa
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5%
dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus pedarahan antepartum, plasenta
previa merupakan penyebab yang terbanyak. Di Negara-negara berkembang berkisar
antara 1-2,4%. Menurut jenisnya, Eastman melaporkan plasenta previa sentralis
20%, lateralis 30%, dan letak rendah 50%.
d. Etiologi
Plasenta Previa
Penyebab pasti plasenta previa masih banyak yang belum
diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukan
sebagai etiologinya. Strassmann
mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada
desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan browne menekankan
bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaaan-keadaan yang kurang baik,
misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Menurut
Manuaba (2002), Penyebab plasenta previa adalah gangguan pertumbuhan
endometrium sehingga perlu perluasan implantasi yang disebabkan karena
multiparitas dengan jarak hamil pendek, beberapa kali menjalani SC, bekas
dilatasi dan dan kuretase, ibu dengan gizi rendah, usia hamil pertama diatas 35
tahun, pelebaran implantasi plasenta yang terjadi pada kehamilan ganda yang
memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena
endometrium kurang subur.
e. Faktor
predisposisi plasenta previa
Menurut Helen Varney (2007), plasenta previa biasa
terjadi pada wanita berikut:
1)
Multiparitas
2)
Usia
ibu lebih dari 35 tahun
3)
Riwayat
plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
4)
Riwayat
pembedahan rahim
5)
Kehamilan
kembar ( ukuran plasenta lebih besar)
6)
Perokok
(kemungkinan plasenta berukuran lebih besar).
Menurut Mocthar (1998) Ada beberapa kondisi yang
memicu terjadinya plasenta previa. Kondisi ini bisa ditemukan pada :
1)
Umur
dan Paritas
a)
Pada
primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun
b)
Lebih
sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
c)
Di
Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan
paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia
muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).
2)
Hipoplasia
endometrium, terjadi bila menikah dan hamil pada usia muda.
3)
Endometrium
cacat, bisa terjadi pada kasus kuretase, bekas sectio caesarea , bekas persalinan berulang-ulang, dan manual
plasenta.
4)
Korpus
Luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5)
Adanya
Tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6)
Perubahan
inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat ( lebih dari
20 batang sehari ).
f. Patofisologi
Plasenta Previa
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi
sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen
bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus
dan pembukan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdaraahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen
bawah uterus untu berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. (Mansjoer,
2000)
g. Manifestasi
Klinis Plasenta Previa
Gejala-gejala yang penting pada plasenta previa :
Menurut Sarwono (2006), gejala perdarahan awal plasenta previa hanya
berupa perdarahan bercak ringan dan umumnya berhenti secara spontan,
kadang-kadang terjadi pada waktu bangun tidur dan terjadi pada saat inpartu.
Jumlah perdarahan sangat tergantung dari jenis plasenta previa.
Menurut Varney (2007), Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan pervaginam
yang terjadi tiba-tiba dan tanpa disertai rasa nyeri, ini terjadi selama
trimester ketiga dan kemungkinan disertai atau dipicu oleh iritabilitas uterus,
malpresentasi (sungsang, letak lintang. Kepala mengapung) adalah kondisi yang
umum ditemukan karena janin terhalang masuk ke segmen bawah rahim.
Menurut Wiknjosastro (2006), gejala perdarahan awal plasenta previa
adalah perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri, darahnya berwarna merah
segar. Perdarahan dapat terjadi ketika wanita tidur atau bekerja biasa.
Perdarahan dapat berulang walaupun perdarahan sering dikatakan terjadi pada
triwulang ketiga, tetapi tidak jarang pula terjadi pada kehamilan 20 minggu.
h. Diagnosis
Plasenta Previa
Diagnosis plasenta previa ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis
dan beberapa pemeriksaan penunjang ( Sarwono, 2006).
1)
Anamnesis
plasenta previa
a)
Perdarahan
pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut ( trimester III )
b)
Sifat
perdarahannya tanpa sebab (causeless),
tanpa nyeri (painless), dan berulang
(recurrent). Perdarahan timbul
tiba-tiba tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terkadi sewaktu bangun
tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan
cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya. Peyebab
perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek karena
terbentuknya segmen bawak rahim dan terbukanya ostium atau oleh manipulasi
intravaginal atau rektal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada
besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas. Biasanya
wanita mengatakan banyaknya perdarahan dalam berapa kain sarung, berapa gelas, dan adanya darah beku (stolsel).
2)
Inspeksi
plasenta previa
a) Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam :
banyak, sedikit, darah beku, dan sebagainya.
b)
Pada
perdarahan yang banyak ibu kelihatan anemis.
3)
Pemeriksaan
fisik ibu
a)
Dijumpai
keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok.
b)
Kesadaran
penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma.
c)
Pada
pemeriksaan dapat dijumpai :
(1) Tekanan darah,
nadi dan pernapasan dalam batas normal
(2) Tekanan darah
turun, nadi dan pernapasan meningkat
(3) Daerah ujung
menjadi dingin
(4) Tampak anemis.
4)
Pemeriksaan
khusus kebidanan
a)
Pemeriksaan
palpasi abdomen.
(1) Janin sering
belum cukup bulan sehingga tinggi fundus uteri sesuai masa kehamilan atau masih
rendah.
(2) Karena plasenta
terletak di segmen bawah rahim maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam
rahim.
(3) Bagian terbawah
janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau
terapung (floating) atau mengolak
diatas pintu atas panggul.
(4) Bila cukup
pengalaman (para ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim,
terutama pada ibu yang kurus.
b)
Pemeriksaan
denyut jantung janin.
Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian janin dalam rahim.
c)
Pemeriksaan
inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-hati bisa melihat dari mana
perdarahan berasal. Perdarahan bisa terjadi dari dalam uterus atau dari
kelainan servik, vagina, varises pecah dan lain-lain.
d)
Pemeriksaan
dalam
Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam pada perdarahan
antepartum, tetapi pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap
untuk segera mengambil tindakan.
Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam
(1) Pasang infus
dan persiapan donor darah
(2) Pemeriksaan
dilakukan didalam kamar bedah
(3) Pemeriksaandilakukan secara hati-hati dan secara lembut (with lady’s hand).
(4) Jangan langsung
masuk kedalam canalis cervikalis, tetapi raba dulu bantalan antara jari dan
kepala janin pada fornik (anterior dan posterior) yang disebut uji forniks.
(5) Bila ada darah
beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan.
Indikasi
pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
(1) Perdarahan >
500 cc
(2) Perdarahan
berulang-ulang
(3) Perdarahan
sekali banyak dan Hb < 8 gr%.
(4) His telah mulai
dan janin sudah dapat hidup diluar rahim.
Bahaya pemeriksaan dalam pada plasenta previa.
(1) Dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat
(2) Terjadi infeksi
(3) Menimbulkan His
dan kemudian terjadilan partus prematurus.
Manfaat
pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum.
(1) Menegakkan
diagnosa secara pasti
(2) Menentukan
jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat mengambil sikap dan tidakan
yang tepat.
5)
Pemeriksaaan
radio-isotop
a)
Plasentografi
jaringan lunak (soft tissue placentography) oleh stevenson, 1934 yaitu membuat
foto dengan sinar rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta.
b)
Sitografi,
mula-mula kandung kemih dikosongkan lalu dimasukan 40 cc larutan NaCl 12,5%,
kepala janin ditekan kearah pintu atas panggul lalu dibuat foto. Bila jarak
kepal dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan
plasenta previa.
c)
Plasentografi
indirek yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior dengan memposisikan
ibu berdiri atau duduk setengah berdiri. Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi
berpengalaman dengan cara menghitung jarak antara kepala-simpisis dan kepala
promontorium.
d)
Arteriografi,
yaitu dengan memasukan zat kontras kedalam arteri femoralis. Karena plasenta
sangat kaya akan pembuluh darah maka akan banyak menyerap zat kontras.
e)
Amniografi,
dengan memasukan zat kontras kedalam rongga amnion lalu dibuat foto dan dilihat
dimana terdapat daerah kosong dalam rongga rahim.
f)
Radio-isotop
plasentografi yaitu dengan meyuntingkan zat radio aktif, biasanya RISA
(radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan detektor
GMC.
6)
Pemeriksaan
ultrasonografi
Diagnosis plasenta previa dengan perdarahan sedikit ditegakkan dengan pemeriksaan
USG transvaginal atau transperineal ketepatannya akan lebih tinggi. Dengan USG,
diagnosis plasenta previa sering kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum
kehamilan trimester ketiga. Namun dalam perkembangannya, dapat terjadi migrasi
plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang
berpindah tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta yang
berimplantasi disitu akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.
i. Terapi
Plasenta Previa
Menurut Varney (2007), jika seorang wanita megalami
perdarahan yang berhubungan dengan plasenta previa, maka rencana
penatalaksanaan dihubungkan dengan usia kehamilan, tingkat keparahan dan status
janin, apabila gawat janin tidak dapat diatasi, diindikasikan untuk
melangsungkan persalinan. Pemberian cairan intravena pada ibu diindikasikan dan
jika perlu berikan cairan tokolitik, apabila ibu mengalami kehilangan darah
yang sangat besar pertimbangkan untuk segera melakukan transfusi darah. Apabila
perdarahan telah berhenti dan uterus tetap tenang, maka wanita tersebut dapat
dikirim pulang untuk tirah baring dirumah.
Menurut Achadiat (2004), Langkah-langkah dalam
pemberian terapi untuk plasenta previa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1)
Usia
kehamilan yang berkaitan dengan kematangan paru-paru
2)
Banyaknya
perdarahan yang terjadi
3)
Gradasi
dari plasenta previa sendiri.
Oleh karena itu terapi untuk plasenta previa
dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :
1)
Konservatif, yaitu mempertahankan kehamilan sampai waktu tertentu.
Tujuannya supaya janin tidak lahir prematur.
a)
Penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non-invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara
ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi konservatif :
a)
Kehamilan
preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b)
Belum
ada tanda-tanda inpartu
c)
Keadaan
umum ibu cukup baik, kadar Hb dalam batas normal
d)
Janin
masih hidup
b)
Rawat
inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis
c)
Lakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia kehamilan, profil
biofisik, letak dan presentasi janin.
d)
Berikan
tokolitik bila ada kontraksi :
(1) MgSO4 4 gr IV
dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam.
(2) Nifedipin 3 x
20 mg/hari
(3) Betamethason 24
mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
e)
Uji
pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil amniosentesis
f)
Bila
setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar OUI,
maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi
dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
g)
Bila
perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dipulangkan untuk rawat jalan ( kecuali apabila rumah pasien diluar kota dan
jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam ) dengan pesan untuk segera
kembali kerumah sakit apabila perdarahan berulang.
2)
Terapi aktif atau terminasi, yaitu kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi
perdarahan yang membawa maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan
banyak, parturien, dan mati ( tidak selalu ).
Syarat-syarat terapi aktif atau terminasi:
a)
Wanita
hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak,
harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
b)
Untuk
diagnosa plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah
semua prsyaratan dipenuhi. Lakukan PDMO jika:
(1) Infus atau
transfusi telah terpasang, kamar dan Tim operasi telah siap
(2) Kehamilan
diatas 37 minggu, berat badan diatas 2500 gr dan inpartu atau
(3) Janin telah
meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misal:anensefali)
(4) Perdarahan
dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau
3/5 pada palpasi luar).
c)
Cara
persalinan dengan plasenta previa ialah :
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang
akan dipilih adalah:
(1) Jenis plasenta
previa
(2) Perdarahan:
banyak, atau sedikit tetapi berulang-ulang
(3) Keadaan umum
ibu hamil
(4) Keadaaan janin:
hidup, gawat atau meninggal
(5) Pembukaan jalan
lahir
(6) Paritas atau
jumlah anak hidup
(7) Fasilitas
penolong dan rumah sakit
Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 jenis persalinan, yaitu
:
1. Persalinan
pervaginam.
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk
melancarkan persalinan pervaginam. Indikasi amniotomi pada plasenta previa:
1)
Plasenta
previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan.
2)
Pada
primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis pembukaan 4 cm
atau lebih.
3)
Plasenta
previa lateralis atau marginalis dengan janin yang sudah meninggal.
Keuntungan amniotomi
adalah :
a)
Bagian
terbawah janin yang befungsi sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah
dan perdarahan berkurang atau berhenti.
b)
Partus
akan berlangsung lebih cepat
c)
Bagian
plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin gerakan dan rengangan
segmen bawah rahim, sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
Setelah ketuban dipecahkan berikan oksitosin drip 2,5 – 5 satuan dalam
500 cc dektrosa 5%.
b. Memasang cunam Willet Gausz
Caranya :
1)
Kulit
kepala janin diklem dengan cunam willet
Gausz
2)
Cunam
diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira – kira 50-100 gr atau
satu batu bata seperti katrol.
3)
Dengan
jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti.
Cara ini kurang efektif karena dapat menimbulkan perdarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif.
c.
Versi
Braxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari supaya dapat
ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar
akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dan diberi beban
seberat 50-100 gr (satu batu bata). Tujuan dilakukan versi ini ialah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki ) janin. Versi Braxton-Hicks tidak dlakukan pada janin yang masih hidup.
2.
Persalinan
perabdominal dengan seksio sesarea
Indikasi sectio caesarea pada
plasenta previa adalah:
a.
Semua
plasenta sentralis, janin hidup atau meninggal; semua plasenta previa lateralis
karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
b.
Plasenta
previa dengan panggul sempit.
c.
Perdarahan
banyak tanpa henti
d.
Presentase
abnormal
e.
Panggul
sempit
f.
Keadaan
servik belum matang.
Perdarahan pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan
tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai
tindakannya adalah :
1)
Bila
anak belum ada, untuk menyelamatkan alat reproduksi dilakukan ligasi arteria
hipogastrika.
2)
Bila
anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah histerektomi.
Penanganan plasenta previa lateralis dan marginali
a.
Lakukan
amniotomi
b.
Berikan
oksitosin tiap setengah jam 2,5 satuan atau perinfus drips.
c.
Bila
dengan amniotomi pendarahan belum berhenti untuk menghentikan perdarahan, bila
janin masih hidup lakukan sectio caesarea.
d.
Pada
plasenta previa lateralis posterior dan plasenta previa lateralis yang bagian
besarnya menutupi ostium, sering langsung dilakukan sectio caesarea karena secara anatomi dengan cara diatas perdarahan
agak sukar dikontrol.
Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
a.
Untuk
menghindari perdarahan yang banyak, maka paada plasenta previa sentralis dengan
janin hidup atau meninggal tindakan yang paling baik adalah sectio caesarea.
b.
Walaupun
tidak pernah dikerjakan lagi, namun untuk diketahui pada janin mati didaerah
perdesaan dapat dilakukan penembusan plasenta . kemudian dilakukan cunam Willet
Gausz atau versi Braxton –Hicks untuk melahirkan janin.
j. Komplikasi
plasenta previa
Komplikasi plasenta previa menurut Manuaba (2002), ialah :
Bagi ibu ( Trias Komplikasi)
1)
Infeksi
karena Anemia
2)
Robekan
implantasi plasenta di bagian belakang SBR (dangerous
plasenta previa)
3)
Terjadi
rupture uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.
Bagi Janin ( Trias Komplikasi)
1)
Prematuritas
dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
2)
Mudah
infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah
3)
Asfiksia
intrapartum sampai kematian.
Komplikasi plasenta previa menurut Prof.Dr.Sarwono
Prawirohardjo.SpOG.1997. Jakarta ialah ;
1) Prolaps tali pusat
2) Prolaps plasenta
3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual
dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan.
5) Perdarahan post partum
6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
7) Bayi premature atau lahir mati
Menurut
Achadiat (2004), komplikasi plasenta previa ialah anemia, syok akibat
perdarahan banyak, lost coaggulopathy
juga karena kehilangan darah.
k. Penatalaksanaan
Plasenta Previa
Skema 2.1
PROTAP plasenta previa
Plasenta
previa
|
Usia
kehamilan
|
aterm
|
Preterm
< 38 minggu
|
Parsial totalis
|
Lateralis PLR
|
konservatif
|
Amniotomi oksitosin
|
sc
|
Perdarahan berhenti
|
Perdarahan terus terjadi
|
perdarahan
|
tunggu s/d 36 mg
|
> 32 mg
|
Usia
20-32 mg
|
stop
|
terus
|
sc
|
histerektomii
|
pervaginam
|
sc
|
PDMO 36
MG
|
Perdarahan ulang
>>
|
sc
|
Parsial totalis
perdarahan >
|
Lateralis PLR
|
|
sc
|
Perdarahan stop
|
Perdarahan terus
|
pervaginam
|
sc
|
l.
Prognosis Plasenta Previa
1) Untuk ibu, dengan penatalaksanaan yang tepat,
prognosis ibu pada plasenta previa adalah memuaskan. Dengan ultrasonografi dan
terapi konservatif, kematian ibu di Amerika Serikat turun dari > 1% manjadi
< 0,2 %.
2) Untuk bayi , angka kematian perinatal dengan plasenta
previa di banyak rumah sakit di Amerika serikat sebelum terapi konservatif
kira-kira 15% atau lebih dari 10 kali dari kematian pada kehamilan cukup bulan
normal. Angka ini sudah menurunkan dan kemungkinan dapat dikurangi hingga <
10% dengan penatalaksanaan terbaru.
No comments:
Post a Comment