Tuesday, September 30, 2014

syok kebidanan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Syok atau renjatan dapat merupakan keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan.
Seseorang dikatan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progresif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita.
Syok tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat, penurunan kardiac output, tergantung dari penyebab syok itu sendiri. Syok yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, syok obstruksi dengan manifestasi klinis sesuai dengan derajat syok yang terjadi.

1.2  Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dibahas mengenai syok kebidanan, mulai dari pengertian, jenis syok, tanda gejala, diagnosa, penanganan, pengobatan, dll.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    DEFINISI SYOK
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untum mempertahankan perfusi yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif (BPPPKMN, 2010).
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme (Sarwono, 2012).
Penyebab syok dalam kebidanan terbanyak adalah perdarahan, lalu neurogenik, kardiogenik, endotoksik, anafilaktik dan penyebab syok lain seperti emboli air ketuban.
Gejala klinis pada umumnya sama yaitu tekanan darah turun, nadi cepat lemah, pucat keringat dingin, sianosis jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah dan oligouri.
Sifat khas syok dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, syok dibagi menjadi 3 tahapan yaitu :
a.    Tahap nonprogresif (disebut juga tahap kompensasi). Pada tahap ini mekanisme kompensasi sirkulasi yang normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b.    Tahap progresif. Pada tahap ini, tanpa terapi, syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
c.    Tahap irreversibel. Ketika syok telah jauh berkembang sedemikan rupa sehingga semua bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong pasien, meskipun pada saat itu, orang tersebut masih hidup.

B.     ETIOLOGI
             Syok obstetrik dapat disebabkan oleh berbaga hal, diantaranya adalah :
a.       Perdarahan
b.       Infeksi berat
c.       Solusio plasenta
d.      Luka-luka jalan lahir
e.       Emboli air ketuban
f.        Inversio uteri
g.       Syok postural
h.       Kolaps vasomotor post partum
i.         Faktor-faktor predisposisi timbulnya syok adalah anemia, malnutrisi, dehidrasi, partus lama, dan asidosis.

C.    JENIS-JENIS SYOK
1.      Syok Hivopolemik
Syok hipovolemik disebabkan oleh hilangnya volume cairan sirkulasi yang tidak terkompensasi, seperti pada perdarahan, tetapi dapat juga terjadi karena muntah yang hebat. Sekitar 10% darah dapat hilang tanpa menimbulkan efek yang merugikan. Kehilangan akut darah yang melebihi 10% dari volume total darah akan menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan darah. Kehilangan yang melebihi 30% dari volume total darah biasanya berakibat fatal kecuali jika segera ditangani.
Tubuh bereaksi terhadap hilnagnya cairan sirkulasi dalam beberapa tahapan, yaitu:
1)   Tahap awal
Berkurangnya cairan atau darah membuat aliran balik vena ke jantung menurun.ventrikel jantung menurun. Ventrikel jantung tidak terisi secara adekuat, menyebabkan berkurangnya isi sekuncup dan curah jantung. Karena curah jantung dan aliran balik vena menurun, tekanan darah juga menurun. Turunnya tekanan darah menurunkan suplai oksigen kejaringan dan fungsi sel juga terpengaruh.
2)      Tahap kompensasi
Menurunnya curah jantung menimbulkan respon dari sistem syaraf simpatis melalui aktivasi reseptor di aorta dan arteri karotis. Darah didistribusikan ke organ vital. Pembuluh darah di saluran cerna, ginjal,kulit dan paru mengalami konstriksi. Respon ini terlihat dengan kulit yang menjadi pucat dan dingin. Peristaltis melambat, urin berkurang, dan pertukaran gas di paru terganggu karena aliran darah berkurang. Frekuensi jantung meningkat untuk meningkatkan tekanan darah dan curah jantung.pupil mata berdilatasi. Kelenjar-kelenjar terstimulasi dan kulit menjadi basah dan lembab. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan dari medula adrenal dan aldosteron dari korteks adrenal. Hormon antidiuretik (ADH) diseksresi dari lobus posterior pituitari. Efek gabugan keduanya menyebabkan vasokontriksi, peningkatan curah jantung dan penurunan pengeluara urin. Aliran balik vena ke jantung akan meningkat, tetapi tidak akan bertahan, kecuali jika cairan hilang digantikan.
3)        Tahap progresif
Tahap ini mengarah pada kegagalan multisistem. Mekanisme kompensasi mulai gagal, dan organ vital tidak mendapatkan perfusi yang adekuat. Deplesi volum emenyebabkan semakin rendahnya tekanan darah dan curah jantung. Arteri koroner mengalami kekurangan suplai darah. Sirkulasi perifer buruk, dengan nadi yang lemah atau tidak ada.
4)        Tahap akhir (irreversibel)
Kegagalan multisistem dan kerusakan sel tidak dapat diperbaiki dan terjadi kematian.
Penatalaksanaan :
Resusitasi darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu dan kerusakan yang ireversibel.
Prioritasnya adalah :
1)      Panggil bantuan
Syok adalah kondisi yang progresif sehingga keterlambatan penanganan hipovolemia dapat menyebabkan kematian ibu.
2)      Pertahankan jalan nafas
Jika ibu mengalami kolaps yang berat, ia harus dimiringkan dan diberikan oksigen 40% dengan kecepatan 4-6 liter per menit. Jika ibu tidak sadar, jalan nafas buatan harus dipasang.
3)      Ganti cairan
Pasang dua kanula intra vena berdiameter besar agar cairan dan obat dapat diberikan dengan cepat. Darah harus diambil untuk pencocokan silang sebelum memulai pemberian cairan intravena. Larutan kristaloid seperti Hartman atau Laktat Ringer diberikan sampai kondisi ibu membaik. Tinjauan sistematik terhadap bukti yang ada menunjukkan bahwa koloid tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan nyawa pasien dan lebih mahal dari kristaloid (alderson et al 2001). Namun demikian kristaloid berkaitan dengan hilangnya cairan ke dalam jaringan sehingga untuk mempertahankan volume intravaskuler, pemberian koloid dianjurkan setelah pemberian 2 liter kristaloid melalui infus. Pemberian koloid seperti gelofusine atau haemocell tidak boleh lebih dari 1000-1500 ml harus diberikan dalam 24 jam. Jika tersedia, berikan infus packed red cell dan fresh frozen plasma setelah kondisi ibu stabil.
4)      Jaga agar ibu tetap hangat
Menjaga agar ibu tetap hangat merupakan hal yang sangat penting, tetapi jangan terlalu panas atau dihangatkan terlalu cepat karena dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan mengakibatkan hipotensi.
5)      Hentikan perdarahan
Sumber perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap kondisi yang menyebabkan harus dilatasi dengan tepat.

2.      Syok Endotoksik/septik
a.    Pengertian
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh lepasnya toksin.  Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram negative. Sering  dijumpai pada abortus septik, korioamnionitis, dan infeksi pasca persalinan (Sarwono, 2008).
Syok septik adalah keadaan kolapsnya sirkulasi yang disertai dengan diseminasi intravaskular bakteri atau produknya.
b.    Etiologi
Syok septik dapat terjadi karena infeksi bakteri gram positif, virus, atau jamur. Kebanyakan syok septik karena bakteri gram negative : Escherichia coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid, klebsiella species, dan serratia. Escherichia coli, pseudomonas aeroginos, bacterioid yang mengeluarkan endotoksin adalah fosfo-lipo-polisakarida yang lepas dari dinding sel yang mengalami lisis. Gambaran yang sama juga terjadi karena eksotoksin dari streptokokus beta hemolitik, anaerob, dan klostridia.
Syok septik dalam obstetric dapat disebabkan oleh hal – hal berikut :
1)   Abortus septik
2)   Ketuban pecah yang lama / korioamnionitis
3)   Infeksi pascapersalinan : manipulasi dan instrumentasi
4)   Trauma
5)   Sisa plasenta
6)   Sepsis puerperalis
7)   Pielonefritis akuta
c.     Patogenesis
Mikroorganisme mengeluarkan endotoksin yang dapat mengaktifkan system komplemen dan sitoksin, mengawali reaksi inflamasi. Kejadian ini berhubungan dengan DIC yang ekstensif karena antiplasmin tidak dapat mengatasinya. Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer pembuluh darah menurun., dan hipotensi. Selanjutnya distribusi aliran darah kurang / jelek sehingga perfusi darah ke organ tidka adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian. Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari pembuluh darah, khusus pada parenkim paru akan menyebabkan edema pulmonum.
Selama sepsis produksi surfaktan pneumosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus kolaps dan mengakibatkan hipoksemia berat yang disebut acute respiratory distreaa syndrome (ARDS).
Endotoksin lepas karena meningkatnya permiabilitas lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjaid stimulasi medulla adrenal dan saraf simpatis serta kontriksi arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis local yang dpaat menyebabkan dilatasi anteriol, tetapi kontriksi venul jika berlanjut terus mengakibatkan pembendungan darah kapiler , perdarahan karena pembendungan pada gaster, hati, ginjal dan paru.
d.   Faktor Resiko
Ketuban pecah yang lama, sisa konsepsi yang tidak keluar dan instrumentasi saluran urogenital merupakan faktor resiko yang lain untuk terjadinya sepsis. Syok septik akan menunjukkan gejala-gejala seperti menggigil, hipotensi, gangguan mental, takikardia, takipnea, dan kulit merah. Bila syok tambah berat, akan terjadi kulit dingin dan basah, bradikardia dan sianosis.
Penggunaan mifeprison intravaginal pada abortus medicinalis dapat menyebabkan syok septik yang fulminant dan letal disebabkan infeksi clostridium sordeli pada endometrium, suatu bakteri gram positif dan mengeluarkan toksin.
Mifeprison mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan sitokin dengan jalan menduduki (blocking) reseptor progesterone dan glukokortikoid . Kegagalan pengeluaran kortisol dan sitokin akan menghambat mekanisme pertahanan tubuh yang dibutuhkan untuk menghambat penyebaran infeksi C sordeli dalam endometrium. Pelepasan eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli akan mempercepat terjadi nya syok septik yang letal.
e.    Gejala Klinis
Syok septik (endotoksik) terjadi dalam 2 fase utama yaitu fase refersibel dan fase irrifersibel, Sedamgkan fase refersibel terdiri atas fase panas dan fase dingin. Fase panas disertai dengan gejala-gejala hipotensi, takikardi, pireksia dan menggigil. Kulit kelihatan merah dan panas. Pasien biasa nya masih sadar dan leukositosis terjadi dalam beberapa jam.
Pada fase dingin dijumpai gejala dan tanda-tanda kulit dingin dan mengeriput, sianosis, purpura,/jaundice, penurunan kesadaran yang progresis dan koma
Selanjutnya bila syok berlanjut terus pasien akan jatuh kedalam fase irrefersibel dimana terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan yang menyebabkan gejala asidosis metabolic, gagal ginjal akut, gagal jantung, edeme pulmonum, gagal adrenal dan kematian.

3.      Syok Hemorargik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan pada:
a.       Kehamilan muda, misalnya: Abortus, Kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa).
b.      Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
c.       Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

Adapun syok hemoragik terbagi ats fase-fase berikut :
1)      Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskuler dan hematologik selama kehamilan. Jika perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut.


2)      Fase Kompensasi
Rangsangan/refleks simpatis : Respons pertama terhadap kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
Gejala klinik : pucat, takikardia, takipnea.
3)      Fase Dekompensasi
Perdarahan lebih dari 1000 mlpada pasien normal atau kurang karena faktor-faktor yang ada.
Gejala klinik : sesuai gejala klinik syok diatas.
Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping.
4)      Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia jaringan yang lamadan kematian jaringan dengan akibat berikut ini.
1.      Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen.
2.      Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme selanjutnya menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringa ekstravaskular.
3.      Koagulasi intravaskular yang luar (DIC) disebabkan lepasnya tromboplastin dari jaringan yang rusak.
4.      Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.
5.      Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) dari fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau hipofise akan timbul.

4.      Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik < 80 mmHg, indeks jantung berkurang dibawah 1,8 L/ Menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urine kurang dari 20 ml/jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih miokard infark ventrikel kiri, yang menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama.
      Bentuk lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut, biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan yang berat pada curah jantung forward dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.

5.      Syok Neorogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor ovarium yang sangat besar.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (cappacitance vessel).
Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan dilatasi arteriola. Dan kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga di bawah 80 sampai 90 mmHg walaupun curah jantung  normal atau menigkat. Pingsan yang biasa merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya ia hampir selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah. Biasanya trauma kepala parah meningkatkan tekanan intrakranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara reflektorik ia merangsang pusat vasomotor untuk meningkatkan vasokontraksi perifer dan meningkatkan tekanan darah. Pada tahap kematian otak yang sangat lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi pusat vasomotor dalam medula oblongata, tetapi hanya terjadi di setelah pernapasan spontan berhenti.

6.      Syok Anafilaktik
      Anafilaksis adalah, respon alergi berpotensi mengancam nyawa serius yang ditandai dengan pembengkakan, gatal-gatal, menurunkan tekanan darah, dan pembuluh darah melebar. Dalam kasus yang parah, seseorang akan masuk ke shock. Jika syok anafilaksis tidak segera diobati, dapat berakibat fatal.
      Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengembangkan antibodi spesifik alergen pertempuran (disebut immunoglobulin E atau IgE) yang mendorong reaksi yang tidak pantas atau berlebihan terhadap suatu zat yang biasanya tidak berbahaya, seperti makanan. Tubuh Anda mungkin tidak bereaksi pada paparan awal tetapi dapat menghasilkan antibodi dengan eksposur nanti. Ketika Anda terkena substansi kemudian, pengikatan antibodi alergen dapat menyebabkan adanya sejumlah besar protein yang disebut histamin, yang kemudian dapat menyebabkan gejala yang dijelaskan di atas.
a.        Pembagian syok anafilaksis
            Anafilaksis dapat terjadi sebagai respon terhadap alergen apapun. Penyebab umum termasuk:
1)       Alergi obat
2)      Alergi makanan seperti kacang-kacangan, kerang (udang, lobster), produk susu, putih  telur, dan biji wijen
3)      Serangga gigitan / sengatan seperti sengatan lebah
b.       Gejala syok anafilaktik
Anafilaksis dapat dimulai dengan gatal parah mata atau wajah dan, dalam beberapa menit, kemajuan gejala yang lebih serius. Gejala ini termasuk menelan dan bernapas kesulitan, sakit perut, kram, muntah, diare, gatal-gatal, dan angioedema (pembengkakan mirip dengan gatal-gatal, tapi bengkak itu adalah di bawah kulit bukan di permukaan).
Gejala berkembang dengan cepat, sering dalam beberapa detik atau menit. Mereka mungkin termasuk yang berikut: nyeri perut, abnormal (bernada tinggi) suara pernapasan, kecemasan, dada sesak, batuk, dieare, kesulitan menelan, pusing, gatal, hidung tersumbat, mual atau muntah, kulit kemerah, pembengkakan wajah, mata atau lidah, tidak sadar dan desah.
c.        Komplikasi syok anafilaktik
Anafilaksis adalah gangguan parah yang bisa mengancam hidup tanpa pengobatan yang tepat. Namun, gejala biasanya membaik dengan terapi yang tepat, sehingga sangat penting untuk bertindak segera. Sedangkan komplikasi dari syok anafilaktik antara lain :
Airway penyumbatan, henti jantung (tidak ada detak jantung efektif). pernapasan (tidak bernapas) dan syok.

Emboli Air Ketuban
a.      Definisi
Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan.
Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 : 30.000 dan sampai saat ini mortalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang dapat menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke III di Negara Berkembang
b.      Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
1)      Kegagalan perfusi secara masif
2)      Bronchospasme
3)      Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
c.       Faktor resiko
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio Caesar (19%)
Faktor resiko :
1.    Multipara
2.    Solusio plasenta
3.    IUFD
4.    Partus presipitatus
5.    Suction curettahge
6.    Terminasi kehamilan
7.    Trauma abdomen
8.    Versi luar
9.    Amniosentesis
d.      Gambaran Klinik
Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami kolaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk, sesak, terengah engah dan kadang ‘cardiac arrest’
e.       Diagnosis
Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru.
Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan.
Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis dan per eksklusionum.
f.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.
Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil.
X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan.
Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
Terapi tambahan :
1.     Resusitasi cairan
2.     Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
3.     Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
4.     Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
5.     Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
6.     Segera rawat di ICU
g.      Prognosis
Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah.

D.    Klasifikasi Perdarahan
Kelas
Jumlah Perdarahan
Gejala Klinik
I
15% (Ringan)
Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II
20-25% (sedang)
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian  darah kapiler lambat
III
30-35% (Berat)
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV
40-45% (sangat berat)
Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

E.     Derajat Syok
Berat ringannya Syok menurut Tambunan Karmel:
1.      Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, otot rangka dan tulang. Kesadaran tidak terganggu, produksi urine normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2.      Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun ( hati, usus, ginjal, dan lainnya ). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot. Oliguria bisa terjadi dan asidosi metabolik, akan tetapi kesadaran relative masih baik.
3.      Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital.
Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi disemua pembuluh darah lain. Terjjadi oliguria dan asidisis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung ( EKG Abnormal, curah jantung menurun ).

F.     Prognosis
Jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal. Jika diobati hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok sampai dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan. Kemungkinan terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok septik pada penderita usia lanjut sangat tinggi.

G.    Patogenesis
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yang terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur. Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian diproses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air. System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle. Patofisiologi dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah disebutkan . Untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada bibliography bisa menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.

H.    Mekanisme Terjadinya Syok
1.    Syok Hipovolemik
Terjadi karena volume cairan darah intravaskula berkurang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utama adalah perdarahan akut. 20 % volume darah total.
2.    Syok Septik
Sering terjadi pada orang dengan gangguan imunitas dan pada usia tua. Akibat dari reaksi tubuh melawan infeksi, bakteri mati dan mengeluarkan endotaksin melalui mekanisme yang belum jelas mempengaruhi metabolisme sel dan merusak sel jaringan disekitarnya. Yang dirusak ini mengeluarkan enzim usosom dan histamin. Enzim usosom masuk kedalam peredaran darah sampai ke jaringan lain dan menyebabkan kerusakan sel lebih banyak lagi serta sebagai pemicu dikeluarkan bradiknin. Bradiknin dan histamin menyebabkan vasodilasi pembluh darah tepi secara masif dan meningkatakan permebilitas kapiler.
3.    Syok Endotoksik
Mikroorganisme mengularkan endoktoksik yang dapat mengaktifkan sistem komplemen dan sitokin, mengawali reaksi imflamasi. Sepsis menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer pembuluh darah menurun, dan hipotensi. Selanjutnya di distribusi aliran darah kurang sehingga perfusi darah ke organ tidak adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian. Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapilar sehingga cairan keluar dari pembuluh darah, khusus pada parenkim paru akan menyebabkan odema pulmonum. Selama sepsis produksi surfaktan pneomosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus kolaps dan menyebabkan hipoksemia berat yang disebut Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).
Endotoksik lepas karena meningkatnya permeabilitas lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjadi stimulasi medula adrenal dan saraf simpatis  serta kontriksi arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis lokal yang dapat menyebabkan dilatasi arteriol, tetapi kontriksi venul dan jika berlanjut terus mengakibatkan pembendungan darah kapiler, perdarahan karena pembendungan pada gaster, hati, ginjal, dan paru.

I.       Diagnosis
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga mengganggu ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh (Nomenklatur Kebidanan).
                 
J.      Tanda dan Gejala
1)   Nadi cepat dan lemah (110 x/menit atau lebih).
2)   Tekanan darah yang rendah (sistolik <90 mmHg).
Tanda dan gejala lain dari syok:
1)   Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut).
2)   Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab.
3)   Pernapasan yang cepat (30 x/menit atau lebih).
4)   Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran.
5)   Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml/jam).

K.    Komplikasi
Komplikasi akibat dari penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia atau iskemia yang lama pada hipofise dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal ginjal akut. Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnya tromboplastin dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recorvery) fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal atau hipofise akan timbul.

L.     Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya
1.      Syok Hipovolemik
a.        Mempertahankan suhu tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karna akan sangat berbahaya.
b.       Pemberian cairan
1)      Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan kedalam paru
2)      Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak)
3)      Penderita hanya boleh minum bila hanya penderita sadar betul dan tidak ada kontra indikasi.
4)      Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, intrastitial, dan intra sel.pada
5)      Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang.
6)      Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.

2.      Syok Neurogenik
a.       Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah daripada kaki.
b.      Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker.
c.       Untuk keseimbangan haemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau RL sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250 – 500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat.
d.      Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif.

3.      Syok Anafilaktik
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parental, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah:
a.        Segera baringkan penderita pada alas yang keras, kaki diangkat lebih tinggi dari kepala.
b.        Penilaian A, B, C dari tahapan jantung paru, yaitu:
1)      Airway ( membuka jalan nafas )
2)      Breathing Support, segera memberikan bantuan nafas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernafas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
3)      Circulation Support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. Karotis atau a. Femoralis ) segera lakukan kompresi jantung luar.

M.   Prinsip Dasar Penanganan Syok
1)      Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus untuk:
a.       Menstabilkan kondisi pasien,
b.      Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
c.       Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
2)      Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

N.    Penanganan Awal Syok
a.       MINTALAH BANTUAN. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat.
b.      Lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas.
c.       Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh).
d.      Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan resiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka.
e.       Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan teralalu panas karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi alliran darah ke organ vitalnya.
f.       Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung.

O.    Penanganan Khusus
a.         Mulailah infus intravena (lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas jika memungkinkan) dengan menggunakan kanul atau jarum terbesar). Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocokkan, pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostatis dan uji pembekuan.
b.         Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi lakukan venous cut-down.
c.         Pantau terus tanda-tanda vital setiap 15 menit dan darah yang hilang. Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberi cairan. Napas pendek dan pipi bengkak merupakan tanda kemungkinan kelebihan pemberian cairan.
d.        Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar.
e.         Berikan oksigen dengan kecepatan 6–8 liter/menit dengan sungkup atau kanula hidung.

Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan adalah :
a.       Tekanan darah mulai naik , sistolik mencapai 100 mmHg
b.      Denyut jantung stabil
c.       Kondisi mental pasien membaik , ekspresi ketakutan berkurang
d.      Produksi urin bertambah .Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4jam atau 30 ml/jam .

P.     Terapi obat-obatan
a.       Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
b.      Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-pelan. Cara kerjanya masih kontroversial, dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung vdan meningkatkan perfusi jaringan.
c.       Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
d.      Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV infuse pelan-pelan.

Obat pengurang rasa nyeri :
a.       Dalam memilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat harus dipertimbangkan kondisi pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian obat dan beberapa hal khusus yang harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih .
b.      Penderita dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera, hanya boleh mendapat obat I.V dan I.M .
c.       Hindarilah sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan gejala yang penting untuk membuat diagnosis.
d.      Setiap narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu pasien yang mendapat narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan cermat.
e.       Obat anti radang nonsteroid dan aspirin dapat menganggu pembekuan darah.
f.       Kombinasi obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang  seperti diazepam meningkatkan resiko depresi pernafasan .

Obat analgetika yang direkomendasikan adalah :
a.       Morfin 10 – 15 mg I.M. atau 15 mg I.V.
b.      Petidin 50 – 100 mg I.M .
c.       Paracetamol 500 mg / oral
d.      Paracetamol dan kodein 30 mg / oral
e.       Tramadol oral / I.M 50 mg / Supositoria 100 mg





Terapi Antibiotika :
Regimen
Antibiotika
Kerja
Dosis
Reg .1
Ampisilin atau sefalosporin
Gr (+) aerobic dan Gr (-) kokus
500-1000 mg/6 jam

Gentamisin
Gr (-) basil
80 mg/8 jam

Metrodinazol
Anaerob
500 mg/8 jam
Reg.2
Klindamisin
Gr(+) dan Gr(-) aerobic
600 mg/6 jam

Gentamisin
Gr(-) aerobic
80 mg/8 jam

Q.    Prinsip Dasar Dalam Merujuk Kasus Gawat Darurat
Setelah kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok perdarahan maupun septik harus dilakukan. Jika penyakit yang menjadi dasar penyebab syok septik tidak dapat ditangani ditempat itu, pasien harus dirujuk kefasilitas yang lebih mampu menangani.
Hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat :
1.      Stabilisasi penderita dengan :
a.       Pemberian oksigen,
b.      Pemberian cairan invus intravena dan transfuse darah,
c.       Pemberian obat-obatan (antibiotika, analgetika dan toksoid tetanus )
2.      Transportasi
3.      Paien harus didampingi oleh tenaga yang terlatih dan keluarga nya
4.      Ringkasan kasus harus disertakan
5.      Komunikasi dengan keluarga
6.      Mortalitas









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok obstetri adalah keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan perdarahan yang terjadi. Klasifikasi Syok: Syok hipovolemik, syok sepsis (endatoxin shock), syok kardiogenik, dan syok neurogenik.

Penanganan syok terbagi dua bagian yaitu:
A. Penanganan Awal
1.  Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
2.  Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas.
3.  Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4.  Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5.  Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6.  Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).    

B. Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan (cross match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan uji pembekuan.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisifikasi penyebab syok serta efektifitas dan efesiensi kerja kita pada saat-saat/ menit-menit pertama penderita mengalami syok.




3.2 Saran
Makalah merupakan salah satu karya tulis yang dapat membantu para pembacanya untuk mendapatkan informasi tertentu. Untuk itu, bagi para pembaca sebaiknya membaca beberapa sumber atau literatur guna perbandingan.
Kami membuat makalah ini guna untuk mempermudah para pembaca karena dalam makalah kami telah dirangkum beberapa materi referensi dari beberapa buku. Sehingga mudah untuk mendapatkan point-point penting untuk dipahami.



























DAFTAR PUSTAKA


IBI, 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Ruatam, 1998. Sinopsis Obstertri Edisi 2, Jakarta: EGC.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010. Asuhan Kebidanan Patologi, Jakarta: TIM
Sarwono, 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.