BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok atau renjatan dapat merupakan
keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada
kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur-unsur gizi lainnya secara efektif ke
berbagai jaringan.
Seseorang dikatan syok bila terdapat
ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke sel-sel tubuh. Kegagalan
memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang progresif, gangguan fungsi
organ dan akhirnya kematian penderita.
Syok tidak terjadi dalam waktu lebih
lama dengan tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat,
penurunan kardiac output, tergantung dari penyebab syok itu sendiri. Syok yang
terjadi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu syok hipovolemik,
kardiogenik, syok obstruksi dengan manifestasi klinis sesuai dengan derajat
syok yang terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dibahas mengenai syok kebidanan,
mulai dari pengertian, jenis syok, tanda gejala, diagnosa, penanganan,
pengobatan, dll.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI SYOK
Syok
merupakan kegagalan sistem sirkulasi untum mempertahankan perfusi yang adekuat
organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
membutuhkan tindakan segera dan intensif (BPPPKMN, 2010).
Syok adalah suatu
keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme (Sarwono, 2012).
Penyebab
syok dalam kebidanan terbanyak adalah perdarahan, lalu neurogenik, kardiogenik,
endotoksik, anafilaktik dan penyebab syok lain seperti emboli air ketuban.
Gejala
klinis pada umumnya sama yaitu tekanan darah turun, nadi cepat lemah, pucat
keringat dingin, sianosis jari, sesak, penglihatan kabur, gelisah dan oligouri.
Sifat
khas syok dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, syok dibagi menjadi 3
tahapan yaitu :
a. Tahap
nonprogresif (disebut juga tahap kompensasi). Pada tahap ini mekanisme
kompensasi sirkulasi yang normal pada akhirnya akan menimbulkan pemulihan
sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b. Tahap
progresif. Pada tahap ini, tanpa terapi, syok menjadi semakin buruk sampai
timbul kematian.
c. Tahap
irreversibel. Ketika syok telah jauh berkembang sedemikan rupa sehingga semua
bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong pasien, meskipun pada
saat itu, orang tersebut masih hidup.
B. ETIOLOGI
Syok obstetrik
dapat disebabkan oleh berbaga hal, diantaranya adalah :
a. Perdarahan
b. Infeksi berat
c. Solusio plasenta
d. Luka-luka jalan lahir
e. Emboli air ketuban
f.
Inversio uteri
g. Syok postural
h. Kolaps vasomotor post partum
i.
Faktor-faktor predisposisi
timbulnya syok adalah anemia, malnutrisi, dehidrasi, partus lama, dan asidosis.
C. JENIS-JENIS SYOK
1.
Syok
Hivopolemik
Syok hipovolemik disebabkan oleh hilangnya volume
cairan sirkulasi yang tidak terkompensasi, seperti pada perdarahan, tetapi
dapat juga terjadi karena muntah yang hebat. Sekitar 10% darah dapat hilang
tanpa menimbulkan efek yang merugikan. Kehilangan akut darah yang melebihi 10%
dari volume total darah akan menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan
darah. Kehilangan yang melebihi 30% dari volume total darah biasanya berakibat
fatal kecuali jika segera ditangani.
Tubuh bereaksi terhadap hilnagnya cairan sirkulasi
dalam beberapa tahapan, yaitu:
1)
Tahap
awal
Berkurangnya cairan atau darah
membuat aliran balik vena ke jantung menurun.ventrikel jantung menurun.
Ventrikel jantung tidak terisi secara adekuat, menyebabkan berkurangnya isi
sekuncup dan curah jantung. Karena curah jantung dan aliran balik vena menurun,
tekanan darah juga menurun. Turunnya tekanan darah menurunkan suplai oksigen
kejaringan dan fungsi sel juga terpengaruh.
2)
Tahap
kompensasi
Menurunnya curah jantung
menimbulkan respon dari sistem syaraf simpatis melalui aktivasi reseptor di
aorta dan arteri karotis. Darah didistribusikan ke organ vital. Pembuluh darah
di saluran cerna, ginjal,kulit dan paru mengalami konstriksi. Respon ini
terlihat dengan kulit yang menjadi pucat dan dingin. Peristaltis melambat, urin
berkurang, dan pertukaran gas di paru terganggu karena aliran darah berkurang.
Frekuensi jantung meningkat untuk meningkatkan tekanan darah dan curah
jantung.pupil mata berdilatasi. Kelenjar-kelenjar terstimulasi dan kulit
menjadi basah dan lembab. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan dari medula adrenal
dan aldosteron dari korteks adrenal. Hormon antidiuretik (ADH) diseksresi dari
lobus posterior pituitari. Efek gabugan keduanya menyebabkan vasokontriksi,
peningkatan curah jantung dan penurunan pengeluara urin. Aliran balik vena ke
jantung akan meningkat, tetapi tidak akan bertahan, kecuali jika cairan hilang
digantikan.
3)
Tahap
progresif
Tahap ini mengarah pada kegagalan
multisistem. Mekanisme kompensasi mulai gagal, dan organ vital tidak mendapatkan
perfusi yang adekuat. Deplesi volum emenyebabkan semakin rendahnya tekanan
darah dan curah jantung. Arteri koroner mengalami kekurangan suplai darah.
Sirkulasi perifer buruk, dengan nadi yang lemah atau tidak ada.
4)
Tahap
akhir (irreversibel)
Kegagalan
multisistem dan kerusakan sel tidak dapat diperbaiki dan terjadi kematian.
Penatalaksanaan :
Resusitasi
darurat diperlukan untuk mencegah perburukan kondisi ibu dan kerusakan yang
ireversibel.
Prioritasnya
adalah :
1) Panggil
bantuan
Syok adalah kondisi yang progresif
sehingga keterlambatan penanganan hipovolemia dapat menyebabkan kematian ibu.
2) Pertahankan
jalan nafas
Jika ibu mengalami kolaps yang
berat, ia harus dimiringkan dan diberikan oksigen 40% dengan kecepatan 4-6
liter per menit. Jika ibu tidak sadar, jalan nafas buatan harus dipasang.
3) Ganti
cairan
Pasang dua kanula intra vena
berdiameter besar agar cairan dan obat dapat diberikan dengan cepat. Darah
harus diambil untuk pencocokan silang sebelum memulai pemberian cairan
intravena. Larutan kristaloid seperti Hartman atau Laktat Ringer diberikan
sampai kondisi ibu membaik. Tinjauan sistematik terhadap bukti yang ada
menunjukkan bahwa koloid tidak memberikan perbedaan dalam mempertahankan nyawa
pasien dan lebih mahal dari kristaloid (alderson et al 2001). Namun demikian
kristaloid berkaitan dengan hilangnya cairan ke dalam jaringan sehingga untuk
mempertahankan volume intravaskuler, pemberian koloid dianjurkan setelah
pemberian 2 liter kristaloid melalui infus. Pemberian koloid seperti gelofusine
atau haemocell tidak boleh lebih dari 1000-1500 ml harus diberikan dalam 24
jam. Jika tersedia, berikan infus packed red cell dan fresh frozen plasma
setelah kondisi ibu stabil.
4) Jaga
agar ibu tetap hangat
Menjaga agar ibu tetap hangat
merupakan hal yang sangat penting, tetapi jangan terlalu panas atau dihangatkan
terlalu cepat karena dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan mengakibatkan
hipotensi.
5) Hentikan
perdarahan
Sumber
perdarahan harus diidentifikasi dan dihentikan. Setiap kondisi yang menyebabkan
harus dilatasi dengan tepat.
2.
Syok
Endotoksik/septik
a. Pengertian
Merupakan suatu
gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram
negative. Sering dijumpai pada abortus
septik, korioamnionitis, dan infeksi pasca persalinan (Sarwono, 2008).
Syok septik
adalah keadaan kolapsnya sirkulasi yang disertai dengan diseminasi
intravaskular bakteri atau produknya.
b. Etiologi
Syok septik
dapat terjadi karena infeksi bakteri gram positif, virus, atau jamur. Kebanyakan
syok septik karena bakteri gram negative : Escherichia coli, pseudomonas
aeroginos, bacterioid, klebsiella species, dan serratia. Escherichia coli,
pseudomonas aeroginos, bacterioid yang mengeluarkan endotoksin adalah
fosfo-lipo-polisakarida yang lepas dari dinding sel yang mengalami lisis.
Gambaran yang sama juga terjadi karena eksotoksin dari streptokokus beta
hemolitik, anaerob, dan klostridia.
Syok
septik dalam obstetric dapat disebabkan oleh hal – hal berikut :
1) Abortus
septik
2) Ketuban
pecah yang lama / korioamnionitis
3) Infeksi
pascapersalinan : manipulasi dan instrumentasi
4) Trauma
5) Sisa
plasenta
6) Sepsis
puerperalis
7) Pielonefritis
akuta
c. Patogenesis
Mikroorganisme
mengeluarkan endotoksin yang dapat mengaktifkan system komplemen dan sitoksin,
mengawali reaksi inflamasi. Kejadian ini berhubungan dengan DIC yang ekstensif
karena antiplasmin tidak dapat mengatasinya. Sepsis menyebabkan vasodilatasi,
tahanan perifer pembuluh darah menurun., dan hipotensi. Selanjutnya distribusi
aliran darah kurang / jelek sehingga perfusi darah ke organ tidka adekuat
menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian. Mediator inflamasi
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari pembuluh darah,
khusus pada parenkim paru akan menyebabkan edema pulmonum.
Selama
sepsis produksi surfaktan pneumosit akan terganggu yang menyebabkan alveolus
kolaps dan mengakibatkan hipoksemia berat yang disebut acute respiratory
distreaa syndrome (ARDS).
Endotoksin
lepas karena meningkatnya permiabilitas lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya
dalam beberapa menit dapat terjaid stimulasi medulla adrenal dan saraf simpatis
serta kontriksi arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis local yang
dpaat menyebabkan dilatasi anteriol, tetapi kontriksi venul jika berlanjut
terus mengakibatkan pembendungan darah kapiler , perdarahan karena pembendungan
pada gaster, hati, ginjal dan paru.
d.
Faktor
Resiko
Ketuban
pecah yang lama, sisa konsepsi yang tidak keluar dan instrumentasi saluran
urogenital merupakan faktor resiko yang lain untuk terjadinya sepsis. Syok
septik akan menunjukkan gejala-gejala seperti menggigil, hipotensi, gangguan
mental, takikardia, takipnea, dan kulit merah. Bila syok tambah berat, akan
terjadi kulit dingin dan basah, bradikardia dan sianosis.
Penggunaan
mifeprison intravaginal pada abortus medicinalis dapat menyebabkan syok septik
yang fulminant dan letal disebabkan infeksi clostridium sordeli pada
endometrium, suatu bakteri gram positif dan mengeluarkan toksin.
Mifeprison
mempengaruhi pengeluaran dan fungsi kortisol dan sitokin dengan jalan menduduki
(blocking) reseptor progesterone dan glukokortikoid . Kegagalan pengeluaran
kortisol dan sitokin akan menghambat mekanisme pertahanan tubuh yang dibutuhkan
untuk menghambat penyebaran infeksi C sordeli dalam endometrium. Pelepasan
eksotoksin dan endotoksin dari C sordeli akan mempercepat terjadi nya syok
septik yang letal.
e.
Gejala
Klinis
Syok
septik (endotoksik) terjadi dalam 2 fase utama yaitu fase refersibel dan fase
irrifersibel, Sedamgkan fase refersibel terdiri atas fase panas dan fase dingin.
Fase panas disertai dengan gejala-gejala hipotensi, takikardi, pireksia dan
menggigil. Kulit kelihatan merah dan panas. Pasien biasa nya masih sadar dan
leukositosis terjadi dalam beberapa jam.
Pada
fase dingin dijumpai gejala dan tanda-tanda kulit dingin dan mengeriput,
sianosis, purpura,/jaundice, penurunan kesadaran yang progresis dan koma
Selanjutnya
bila syok berlanjut terus pasien akan jatuh kedalam fase irrefersibel dimana
terjadi hipoksia sel yang berkepanjangan yang menyebabkan gejala asidosis
metabolic, gagal ginjal akut, gagal jantung, edeme pulmonum, gagal adrenal dan
kematian.
3.
Syok
Hemorargik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak. Akibat perdarahan pada:
a.
Kehamilan muda, misalnya: Abortus, Kehamilan ektopik
dan penyakit trofoblas (mola hidatidosa).
b.
Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio
plasenta, rupture uteri.
c.
Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan
laserasi jalan lahir.
Adapun
syok hemoragik terbagi ats fase-fase berikut :
1)
Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi
terhadap perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh karena
daya adaptasi fisiologik kardiovaskuler dan hematologik selama kehamilan. Jika
perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut.
2) Fase Kompensasi
Rangsangan/refleks simpatis : Respons pertama terhadap
kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk
mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
Gejala klinik : pucat, takikardia, takipnea.
3) Fase Dekompensasi
Perdarahan lebih dari 1000 mlpada pasien normal atau
kurang karena faktor-faktor yang ada.
Gejala klinik : sesuai gejala klinik syok diatas.
Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan
dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping.
4) Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan
hipoksia jaringan yang lamadan kematian jaringan dengan akibat berikut ini.
1.
Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob
yang terjadi karena kekurangan oksigen.
2.
Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil
metabolisme selanjutnya menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di kapilar
dan keluarnya cairan ke dalam jaringa ekstravaskular.
3.
Koagulasi intravaskular yang luar (DIC) disebabkan
lepasnya tromboplastin dari jaringan yang rusak.
4.
Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah
koroner.
5.
Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah
saja tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) dari fase akut terjadi,
sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau hipofise akan timbul.
4.
Syok
Kardiogenik
Syok kardiogenik
ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik <
80 mmHg, indeks jantung berkurang dibawah 1,8 L/ Menit/ m2, dan
tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya,
pengeluaran urine kurang dari 20 ml/jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling
sering adalah 40% lebih miokard infark ventrikel kiri, yang menyebabkan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa
ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas
miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama.
Bentuk
lain bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral
akut, biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan
yang berat pada curah jantung forward
dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
5.
Syok Neorogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa
sakit yang berat disebabkan oleh kehamilan ektopik yang terganggu, solusio
plasenta, persalinan dengan forceps atau persalinan letak sungsang di mana
pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar, firasat/tindakan
crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu
cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba
daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor ovarium yang sangat
besar.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal
merupakan bentuk dari syok distributif, syok neurogenik terjadi akibat
kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak
di seluruh tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (cappacitance vessel).
Disebabkan oleh gangguan susuna saraf simpatik, yang menyebabkan dilatasi
arteriola. Dan kenaikan kapasitas vaskuler. Tekanan darah sistolik biasanya
akan turun hingga di bawah 80 sampai 90 mmHg walaupun curah jantung normal atau menigkat. Pingsan yang biasa
merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medua spinalis servikalis
merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik.
Trauma pada otak sendiri hampir tak pernah menyebabkan syok. Kenyataannya
ia hampir selalu menimbulkan kenaikan tekanan darah. Biasanya trauma kepala
parah meningkatkan tekanan intrakranial dan mengurangi perfusi serebral. Secara
reflektorik ia merangsang pusat vasomotor untuk meningkatkan vasokontraksi
perifer dan meningkatkan tekanan darah. Pada tahap kematian otak yang sangat
lanjut, bisa terjadi hipotensi karena disfungsi pusat vasomotor dalam medula
oblongata, tetapi hanya terjadi di setelah pernapasan spontan berhenti.
6.
Syok
Anafilaktik
Anafilaksis
adalah, respon alergi berpotensi mengancam nyawa serius yang ditandai dengan pembengkakan, gatal-gatal, menurunkan tekanan darah, dan pembuluh
darah melebar. Dalam kasus yang parah, seseorang akan masuk ke shock. Jika
syok anafilaksis tidak segera diobati,
dapat berakibat fatal.
Kondisi ini terjadi
ketika sistem kekebalan tubuh mengembangkan
antibodi spesifik alergen pertempuran (disebut immunoglobulin
E atau IgE)
yang mendorong reaksi yang tidak pantas atau berlebihan
terhadap suatu zat yang biasanya tidak berbahaya, seperti makanan. Tubuh Anda mungkin tidak bereaksi pada paparan
awal tetapi dapat menghasilkan
antibodi dengan eksposur
nanti. Ketika Anda
terkena substansi kemudian,
pengikatan antibodi alergen dapat menyebabkan adanya sejumlah besar protein
yang disebut histamin, yang
kemudian dapat menyebabkan gejala
yang dijelaskan di atas.
a.
Pembagian
syok anafilaksis
Anafilaksis
dapat terjadi sebagai respon terhadap
alergen apapun. Penyebab
umum termasuk:
1) Alergi obat
2) Alergi
makanan seperti kacang-kacangan, kerang
(udang, lobster), produk susu, putih telur, dan biji wijen
3) Serangga
gigitan / sengatan
seperti sengatan lebah
b.
Gejala
syok anafilaktik
Anafilaksis
dapat dimulai dengan gatal parah mata atau wajah
dan, dalam beberapa menit, kemajuan
gejala yang lebih serius. Gejala ini termasuk menelan dan bernapas kesulitan,
sakit perut, kram, muntah, diare, gatal-gatal,
dan angioedema (pembengkakan
mirip dengan gatal-gatal, tapi bengkak itu adalah di bawah kulit bukan di
permukaan).
Gejala
berkembang dengan cepat, sering dalam beberapa detik atau menit. Mereka mungkin
termasuk yang berikut: nyeri perut, abnormal (bernada tinggi) suara pernapasan,
kecemasan, dada sesak, batuk, dieare, kesulitan menelan, pusing, gatal, hidung
tersumbat, mual atau muntah, kulit kemerah, pembengkakan wajah, mata atau
lidah, tidak sadar dan desah.
c.
Komplikasi
syok anafilaktik
Anafilaksis
adalah gangguan parah yang bisa mengancam hidup tanpa pengobatan yang tepat. Namun, gejala biasanya membaik dengan
terapi yang tepat, sehingga sangat penting untuk bertindak
segera. Sedangkan komplikasi dari
syok anafilaktik antara lain :
Airway
penyumbatan, henti jantung (tidak ada detak jantung efektif). pernapasan (tidak
bernapas) dan syok.
Emboli
Air Ketuban
a. Definisi
Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat
terjadi dalam kehamilan.
Kondisi ini amat jarang 1 : 8000 - 1 : 30.000 dan sampai saat ini
mortalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85%. Meskipun telah
diadakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal hal yang dapat
menurunkan mortalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke
III di Negara Berkembang
b.
Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti.
Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin
sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
1)
Kegagalan perfusi secara masif
2)
Bronchospasme
3)
Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa
syok anafilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk kedalam sirkulasi ibu
dan menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinik.
c.
Faktor resiko
Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian
besar terjadi pada saat inparu (70%) , pasca persalinan (11%) dan setelah Sectio
Caesar (19%)
Faktor resiko :
1.
Multipara
2.
Solusio plasenta
3.
IUFD
4.
Partus presipitatus
5.
Suction curettahge
6.
Terminasi kehamilan
7.
Trauma abdomen
8.
Versi luar
9.
Amniosentesis
d.
Gambaran Klinik
Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnosa emboli air ketuban
harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba tiba mengalami
kolaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi,
namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan
berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk batuk, sesak, terengah
engah dan kadang ‘cardiac arrest’
e.
Diagnosis
Diagnosa pasti dibuat postmortem dan dijumpai adanya
epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru.
Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel
skuamosa dalam bronchus atau sampel darah yang berasal dari ventrikel kanan.
Pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratoris untuk menegakkan
atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnosa adalah secara klinis
dan per eksklusionum.
f.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.
Terapi awal adalah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC
Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan
setelah keadaan umum ibu stabil.
X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium
kanan dan ventrikel kanan.
Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
Terapi tambahan :
1.
Resusitasi cairan
2.
Infuse Dopamin untuk memperbaiki cardiac output
3.
Adrenalin untuk mengatasi anafilaksis
4.
Terapi DIC dengan fresh froozen plasma
5.
Terapi perdarahan pasca persalinan dengan oksitosin
6.
Segera rawat di ICU
g.
Prognosis
Mortalitas perinatal kira kira 65% dan sebagian besar yang selamat baik ibu
maupun anak akan mengalami skualae neurologi yang parah.
D.
Klasifikasi
Perdarahan
Kelas
|
Jumlah Perdarahan
|
Gejala Klinik
|
I
|
15% (Ringan)
|
Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
|
II
|
20-25% (sedang)
|
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
|
III
|
30-35% (Berat)
|
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
|
IV
|
40-45% (sangat berat)
|
Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel
|
E.
Derajat Syok
Berat
ringannya Syok menurut Tambunan Karmel:
1.
Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada
jaringan dan organ non vital seperti kulit, otot rangka dan tulang. Kesadaran
tidak terganggu, produksi urine normal atau hanya sedikit menurun, asidosis
metabolik tidak ada atau ringan.
2.
Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain
jantung dan otak menurun ( hati, usus, ginjal, dan lainnya ). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan otot.
Oliguria bisa terjadi dan asidosi metabolik, akan tetapi kesadaran relative
masih baik.
3.
Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak
adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke
dua organ vital.
Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi
disemua pembuluh darah lain. Terjjadi oliguria dan asidisis berat, gangguan
kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung ( EKG Abnormal, curah jantung
menurun ).
F.
Prognosis
Jika tidak diobati, biasanya berakibat fatal. Jika
diobati hasilnya tergantung kepada penyebabnya, jarak antara timbulnya syok
sampai dilakukannya pengobatan serta jenis pengobatan yang diberikan.
Kemungkinan terjadinya kematian pada syok karena serangan jantung atau syok
septik pada penderita usia lanjut sangat tinggi.
G.
Patogenesis
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi
berespon kepada perdarahan hebat yang terjadi secara akut dengan mengaktifkan
cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan
thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara
subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang
dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang
sempurna dan formasi matur. Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok
hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas
myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat
peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan
oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri
dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan
mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari
kulit, otot, dan GI. System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan
rennin kemudian diproses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang
memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi
sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada
reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air. System
neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH
dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah
dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan
reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the
loop of Henle. Patofisiologi dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada
yang telah disebutkan . Untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology,
referensi pada bibliography bisa menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan
cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah
yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan
multiple organ.
H.
Mekanisme
Terjadinya Syok
1. Syok Hipovolemik
Terjadi karena volume cairan darah intravaskula berkurang dalam jumlah yang
banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utama adalah perdarahan akut. 20
% volume darah total.
2. Syok Septik
Sering terjadi pada orang dengan gangguan imunitas dan pada usia tua.
Akibat dari reaksi tubuh melawan infeksi, bakteri mati dan mengeluarkan
endotaksin melalui mekanisme yang belum jelas mempengaruhi metabolisme sel dan
merusak sel jaringan disekitarnya. Yang dirusak ini mengeluarkan enzim usosom
dan histamin. Enzim usosom masuk kedalam peredaran darah sampai ke jaringan
lain dan menyebabkan kerusakan sel lebih banyak lagi serta sebagai pemicu
dikeluarkan bradiknin. Bradiknin dan histamin menyebabkan vasodilasi pembluh
darah tepi secara masif dan meningkatakan permebilitas kapiler.
3. Syok Endotoksik
Mikroorganisme mengularkan endoktoksik yang dapat
mengaktifkan sistem komplemen dan sitokin, mengawali reaksi imflamasi. Sepsis
menyebabkan vasodilatasi, tahanan perifer pembuluh darah menurun, dan
hipotensi. Selanjutnya di distribusi aliran darah kurang sehingga perfusi darah
ke organ tidak adekuat menyebabkan kerusakan jaringan multi organ dan kematian.
Mediator inflamasi meningkatkan permeabilitas kapilar sehingga cairan keluar
dari pembuluh darah, khusus pada parenkim paru akan menyebabkan odema pulmonum.
Selama sepsis produksi surfaktan pneomosit akan terganggu yang menyebabkan
alveolus kolaps dan menyebabkan hipoksemia berat yang disebut Acute Respiratory Distress Syndrom
(ARDS).
Endotoksik lepas karena meningkatnya permeabilitas
lisosomal dan sitotoksik. Selanjutnya dalam beberapa menit dapat terjadi stimulasi
medula adrenal dan saraf simpatis serta
kontriksi arteriol dan venul. Selanjutnya menyebabkan asidosis lokal yang dapat
menyebabkan dilatasi arteriol, tetapi kontriksi venul dan jika berlanjut terus
mengakibatkan pembendungan darah kapiler, perdarahan karena pembendungan pada
gaster, hati, ginjal, dan paru.
I.
Diagnosis
Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak dalam aliran darah yang melalui tubuh. Ada kegagalan sistem
peredaran darah untuk mempertahankan aliran darah yang memadai sehingga
pengiriman oksigen dan nutrisi ke organ vital terhambat. Kondisi ini juga
mengganggu ginjal sehingga membatasi pembuangan llimbah dari tubuh (Nomenklatur Kebidanan).
J.
Tanda dan Gejala
1) Nadi cepat
dan lemah (110 x/menit atau lebih).
2) Tekanan
darah yang rendah (sistolik <90 mmHg).
Tanda dan gejala lain dari syok:
1) Pucat
(khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut).
2) Keringat
atau kulit terasa dingin dan lembab.
3) Pernapasan
yang cepat (30 x/menit atau lebih).
4) Gelisah,
bingung, atau hilangnya kesadaran.
5) Urin yang
sedikit (kurang dari 30 ml/jam).
K.
Komplikasi
Komplikasi akibat dari penanganan
yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat metabolisme
anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia atau iskemia yang lama
pada hipofise dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal ginjal
akut. Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnya tromboplastin
dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah
koroner dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat
lagi dan jika penyembuhan (recorvery)
fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal atau hipofise
akan timbul.
L.
Penatalaksanaan
Syok Berdasarkan Jenisnya
1. Syok Hipovolemik
a.
Mempertahankan suhu tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut
pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karna akan sangat berbahaya.
b. Pemberian
cairan
1)
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak
sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan
kedalam paru
2)
Jangan memberi minum kepada penderita yang akan
dioperasi atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak)
3)
Penderita hanya boleh minum bila hanya penderita sadar
betul dan tidak ada kontra indikasi.
4)
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid
merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, intrastitial, dan intra sel.pada
5)
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan
harus seimbang dengan jumlah cairan yang hilang.
6)
Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.
2. Syok Neurogenik
a.
Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah
daripada kaki.
b.
Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen,
sebaiknya dengan menggunakan masker.
c.
Untuk keseimbangan haemodinamik, sebaiknya ditunjang
dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau RL sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250 – 500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat.
d.
Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera
pulih, berikan obat-obat vasoaktif.
3. Syok Anafilaktik
Kalau
terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parental, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah:
a.
Segera baringkan penderita pada alas yang keras, kaki
diangkat lebih tinggi dari kepala.
b.
Penilaian A, B, C dari tahapan jantung paru, yaitu:
1)
Airway ( membuka
jalan nafas )
2)
Breathing
Support, segera memberikan bantuan nafas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernafas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
3)
Circulation
Support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. Karotis atau a.
Femoralis ) segera lakukan kompresi jantung luar.
M.
Prinsip
Dasar Penanganan Syok
1)
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan
penanganan awal dan khusus untuk:
a.
Menstabilkan kondisi pasien,
b.
Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,
c.
Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
2)
Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
N.
Penanganan
Awal Syok
a.
MINTALAH BANTUAN. Segera mobilisasi seluruh tenaga
yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat.
b.
Lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan
harus dipastikan bahwa jalan napas bebas.
c.
Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan,
dan suhu tubuh).
d.
Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk
meminimalkan resiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan
jalan napasnya terbuka.
e.
Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan
teralalu panas karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi
alliran darah ke organ vitalnya.
f.
Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali
ke jantung.
O.
Penanganan
Khusus
a.
Mulailah infus intravena (lakukan pemeriksaan secara
tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas jika
memungkinkan) dengan menggunakan kanul atau jarum terbesar). Darah diambil
sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji
kecocokkan, pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan
pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan
elektrolit, faal hemostatis dan uji pembekuan.
b.
Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi lakukan
venous cut-down.
c.
Pantau terus tanda-tanda vital setiap 15 menit dan
darah yang hilang. Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak
berlebihan memberi cairan. Napas pendek dan pipi bengkak merupakan tanda
kemungkinan kelebihan pemberian cairan.
d.
Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan
yang masuk dan jumlah urin yang keluar.
e.
Berikan oksigen dengan kecepatan 6–8 liter/menit
dengan sungkup atau kanula hidung.
Tanda-tanda
bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan adalah :
a. Tekanan
darah mulai naik , sistolik mencapai 100 mmHg
b. Denyut
jantung stabil
c. Kondisi
mental pasien membaik , ekspresi ketakutan berkurang
d. Produksi
urin bertambah .Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4jam atau 30
ml/jam .
P.
Terapi obat-obatan
a.
Analgesik:
morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
b.
Kortikosteroid:
hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-pelan. Cara kerjanya masih
kontroversial, dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja
jantung vdan meningkatkan perfusi jaringan.
c.
Sodium
bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
d.
Vasopresor:
untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan
utama
Beta-adrenergik
stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV infuse pelan-pelan.
Obat
pengurang rasa nyeri :
a. Dalam
memilih obat pengurang rasa nyeri yang tepat harus dipertimbangkan kondisi
pasien pada saat itu, saat dan cara pemberian obat dan beberapa hal khusus yang
harus diperhatikan untuk setiap jenis obat yang dipilih .
b. Penderita
dalam syok atau akan mengalami pembedahan segera, hanya boleh mendapat obat I.V
dan I.M .
c. Hindarilah
sedasi berlebihan, sebab sedasi berlebihan dapat menyembunyikan gejala yang
penting untuk membuat diagnosis.
d. Setiap
narkotika dapat menekan pernafasan yang mungkin fatal, oleh sebab itu pasien
yang mendapat narkotika harus dalam pengamatan yang ketat dan cermat.
e. Obat
anti radang nonsteroid dan aspirin dapat menganggu pembekuan darah.
f. Kombinasi
obat pengurang rasa nyeri dengan obat penenang
seperti diazepam meningkatkan resiko depresi pernafasan .
Obat
analgetika yang direkomendasikan adalah :
a. Morfin
10 – 15 mg I.M. atau 15 mg I.V.
b. Petidin
50 – 100 mg I.M .
c. Paracetamol
500 mg / oral
d. Paracetamol
dan kodein 30 mg / oral
e. Tramadol
oral / I.M 50 mg / Supositoria 100 mg
Terapi Antibiotika :
Regimen
|
Antibiotika
|
Kerja
|
Dosis
|
Reg .1
|
Ampisilin atau sefalosporin
|
Gr (+) aerobic dan Gr (-) kokus
|
500-1000 mg/6 jam
|
|
Gentamisin
|
Gr (-) basil
|
80 mg/8 jam
|
|
Metrodinazol
|
Anaerob
|
500 mg/8 jam
|
Reg.2
|
Klindamisin
|
Gr(+) dan Gr(-) aerobic
|
600 mg/6 jam
|
|
Gentamisin
|
Gr(-) aerobic
|
80 mg/8 jam
|
Q. Prinsip Dasar Dalam Merujuk Kasus
Gawat Darurat
Setelah
kondisi pasien stabil, penanganan terhadap penyebab syok perdarahan maupun
septik harus dilakukan. Jika penyakit yang menjadi dasar penyebab syok septik
tidak dapat ditangani ditempat itu, pasien harus dirujuk kefasilitas yang lebih
mampu menangani.
Hal
yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat :
1. Stabilisasi
penderita dengan :
a. Pemberian
oksigen,
b. Pemberian
cairan invus intravena dan transfuse darah,
c. Pemberian
obat-obatan (antibiotika, analgetika dan toksoid tetanus )
2. Transportasi
3. Paien
harus didampingi oleh tenaga yang terlatih dan keluarga nya
4. Ringkasan
kasus harus disertakan
5. Komunikasi
dengan keluarga
6. Mortalitas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syok
obstetri adalah
keadaan syok pada kasus obstetri yang kedalamannya tidak sesuai dengan
perdarahan yang terjadi. Klasifikasi Syok: Syok hipovolemik, syok sepsis
(endatoxin shock), syok kardiogenik, dan syok neurogenik.
Penanganan syok terbagi dua bagian
yaitu:
A. Penanganan Awal
1. Mintalah
bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
2. Lakukan
pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan
napas bebas.
3. Pantau
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4. Baringkan
ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya aspirasi
jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5. Jagalah
ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6. Naikan
kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika memungkinkan
tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).
B. Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena. Darah diambil sebelum pemberian cairan infus
untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan (cross match), pemeriksaan
hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap
termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis,
dan uji pembekuan.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisifikasi penyebab syok serta
efektifitas dan efesiensi kerja kita pada saat-saat/ menit-menit pertama
penderita mengalami syok.
3.2 Saran
Makalah
merupakan salah satu karya tulis yang dapat membantu para pembacanya untuk
mendapatkan informasi tertentu. Untuk itu, bagi para pembaca sebaiknya membaca
beberapa sumber atau literatur guna perbandingan.
Kami
membuat makalah ini guna untuk mempermudah para pembaca karena dalam makalah
kami telah dirangkum beberapa materi referensi dari beberapa buku. Sehingga
mudah untuk mendapatkan point-point penting untuk dipahami.
DAFTAR
PUSTAKA
IBI, 2010. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta
: Nuha Medika
Ruatam, 1998. Sinopsis
Obstertri Edisi 2, Jakarta: EGC.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010. Asuhan Kebidanan Patologi, Jakarta: TIM
Sarwono, 2006. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.