Monday, March 26, 2018

MTBS dan Kohort


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing di era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang. Pembangunan Kesehatan ini menjadi perhatian serius dalam masa kepemimpinan Gubernur , dan bahkan sektor ini merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan selain pembangunan bidang lainnya. Mencermati aspek kesehatan dalam arti luas, maknanya tidak hanya sehat secara fisik namun juga psikis, termasuk di dalamnya kesehatan mental yang direfleksikan dalam inidikator kemampuan atau kecerdasan intelektual, emosional dan spritual.
Bidan dalam pelayanan kebidanan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak dan sebagai ujung tombak pemberi asuhan kebidanan .Dalam memberi asuhan bidan sebagai individu yang memegang tanggung jawab terhadap tugas kliennya,bio-psiko sosial .Di tengah masyarakat ,bidan juga berperan dalam memberi pendidikan kesehatan dan mengubah prilaku masyarakat terhadap pola hidup dan gaya hidup yag tidak sehat.Jadi tidak hanya memberi asuhan pada individu tapi juga terhadap keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu,bidan harus mempunyai pendekatan manajemen agar dapat mengorganisasikan semua unsur unsur yang terlibatdalam pelayanannya dengan baik dalam rangka menuunkan angka kematian ibu dan anak. Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan –penemuan, ketrampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang terfokus pada klien.
Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bias dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien. Mengingat pentingnya seorang bidan menguasai manajemen kebidanan maka,dalam makalah ini akan kami bahas tentang dasar dasarnyaantara lain tentang: langkah langkah dalam manajemen pelayanan kebidanan,perencananaan dalam pelayaanan kebidanan,dan pemantauan pelayanan kebidanan (kohort Ibu ,bayi , balita.) .
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran hidup. Bila angka ini dikonversikan secara matematis, maka setidaknya terjadi 400 kematian bayi perhari atau 17 kematian bayi setiap 1 jam di seluruh Indonesia, sedangkan Angka Kematian Balita (AKBAL) sebesar 44/1000 kelahiran hidup yang berarti terjadi 529 kematian/hari atau 22 kematian balita setiap jamnya.
Apa saja penyebab kematian bayi dan balita? Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, ada beberapa penyakit utama yang menjadi penyebab kematian bayi dan balita. Pada kelompok bayi (0-11 bulan), dua penyakit terbanyak sebagai penyebab kematian bayi adalah penyakit diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan untuk balita, kematian akibat diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%.
Untuk itu makalah ini akan membahasa mengenai MTBS dan Kohort yang dapat membantu menurunkan morbidity dan mortality baik pada ibu maupun bayi dan  balita

1.2.Tujuan

  • Untuk mengetahui MTBS
  • Untuk mengetahui Kohort


BAB II
PEMBAHASAN


2.1.Manajemen Terpadu Balita Sakit

A.    Pengertian

Adalah set modul yang menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan dalam menangani balita sakit yang datang ke fasilitas rawat jalan. Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, terapi promotif dan preventif. Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tahun disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak dan malnutrisi.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999.
Proses manajemen kasus menguraikan cara penanganan anak sakit mulai dari datang untuk berobat sampai konseling bagi ibu. Pelayanan selanjutnya, yaitu memberi pedoman untuk menentukan apakah anak yang sakit berat perlu dirujuk. Tiga unsur penunjang keberhasilan MTBS :
·         Membaiknya kemitraan antara fasilitas kesehatan dan masyarakat yang dilayani
·         Meningkatnya perawatan, penyediaan pelayanan dan informasi yang terjangkau dan memadai
·         Promosi yang terintegrasi

Proses manajemen kasus disusun dalam beberapa langkah sebagai berikut:
·   Manilai anak usia 2-5bulan atau bayi muda usia satu minggu sampai 2 bulan dan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
·         Membuat klasifikasi kategori untuk menentukan tindakan
·         Menentukan tindakan
·         Mengobati dengan membuat resep, cara memberi obat dan tindakan yang lain yang perlu dilakukan
·         Memberi konseling bagi ibu
·         Memberi pelayanan tindak lanjut

Memilih bagan manajemen kasus harus tepat, yaitu setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur penerimaan rawat jalan, gawat darurat/ tindakan, KB/KIA atau imunisasi yang setiap fasilitas kesehatan mempunyai prosedur pendaftaran pasien. Jika belum ada, tentukan dahulu kelompok usia anak.

Ditinjau dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, maka angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBA) adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 34/1000 KH dan 44/1000KH. Artinya, kematian balita (0- 59 bulan) masih tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam upaya menurunkan angka kematian tersebut, termasuk diantaranya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, utamanya bidan dan perawat di Puskesmas sebagai lini terdepan pemberi pelayanan.

B.     Sejarah penerapan MTBS di Indonesia

MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI, WHO, Unicef dan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita sakit.
MTBS bukan merupakan program kesehatan,tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar.  WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi  upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu:
·              Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan)
·              Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif
·              Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”).
Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga komponen harus sama besar.

C.    Tujuan MTBS

·             Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita.
·              Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0–7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0 %). Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.

D.    Proses Manajemen Kasus Balita Sakit

Penilaian
1)      Penialian kasus Balita Sakit usia 2-5 bulan
a)      Tanda bahaya umum (tidak dapat minum atau menyusui, memuntahkan semua isi lambung, kejang, letargi atau tidak sabar).  Pada umumnya anak-anak mempunyai tanda bahaya tergolong kasus kalsifikasi berat.
b)      Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli), seringkali disertai proses infeksi akut pada bronkus sehingga disebut pneumonia dan bronko-pneumonia. Klasifikasi pneunomia (MTBS)
o      Anak 2-5 bulan:
ü  Penumonia berat
ü  Pneumonia
ü  Bukan pneumonia (batuk tanpa disertai peningkatan frekuensi pernapasan (common cold, faringitis, tonsilitis)
o      Penumonia yang berlansung <2 bulan
ü  Infeksi yang serius
ü  Infeksi bakteri lokal

o      Pneumonia berat
ü  Batuk
ü  Sukar bernafas
ü  Sesak
ü  Tarikan di ujung dada bagian bawah ke dalam.
Faktor risiko yang meningkatkan insiden pnemonia
·         Usia < 2 bulan
·         Laki-laki
·         Gizi kurang
·         Berat Badan Lahir Rendah
·         Tidak mendapatkan ASI yang memadai
·         Polusi udara
·         Kepadatan penduduk
·         Imunisasi tidak memadai
·         Defisiensi vitamin A
·         Pemberian makanan tambahan terlalu dini
·         Membedong anak

c)      Diare. Klasifikasi diare meliputi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan/ sedang dan dehidrasi berat. Etiologi diare meliputi infeksi (bakteri: sigella, E. Coli dll), virus (rota virus, adeno virus dll), parasit (amuba dll), malabsorbsi, alergi, keracunan, defisiensi imun atau sebab lain.
Tabel 2.1
Penilaian Diare
Penilaian
A
B
C
Lihat:
-  Keadaan umum

-  Mata
-  Air mata
-  Mulut dan lidah
-  Rasa haus

Baik, sadar

Normal
Ada
Basah
Minum biasa, tidak haus

Gelisah, rewel

Cekung
Tidak ada
Sangat kering
Haus, ingin minum banyak

Lesu, lunglai/ tidak sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Malas, tidak mau minum
Periksa turgor kulit
Kembali cepat
Kembali lambat
Kembali sangat lambat
Derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan/ sedang jika ada satu tanda tambahan atau lebih
Dehidrasi berat jika ada satu tanda tambahan atau lebih
Terapi
Rencana A
Rencana B
Rencana C
Sumber : Syafrudin dan Hamidah. 2009


Menentukan tindakan tanpa rujukan segera
Klasifikasi
Tindakan
Pneunomia
·         Antibiotik yang tepat
·         Kapan harus kembali dan kapan harus kembali segera
Batuk (bukan pneumonia)
·         Beritahu cara melegakan tenggorokan
·         Kapan harus kembali
Tanpa dehidrasi
Rencana terapi A:
·         Beri cairan tambahan
·         Lanjutkan pemberian makanan
·         Kapan harus kembali
Diare persisten
Pemberian makanan khusus
Disentri
·         Beri antibiotik untuk shigella (60% kasus)
·         Atasi dehidrasi
Demam mungkin bukan malaria (resiko rendah malaria)
·         Beri antipiretik (parasetamol)
·         Kembali jika panas tidak turun dalam 2 hari
·         Pengobatan lain sesuai penyebab
Demam (mungkin DBD)
·         Beri oralit
·         Beri antipiretik (paracetamol)
·         Kapan harus kembali
Demam (mungkin bukan DBD)
·         Beri antipiretik (paracetamol)
·         Segera kembali jika 2 hari masih tetap demam
·         Cari penyebab lain
Campak dengan komplikasi
Berikan vitamin A


Menentukan tindakan segera pra-rujukan
Klasifikasi
Tindakan
Pneunomia berat atau penyakit berat lainnya
Beri dosis pertama antibiotik
Diare persisten berat
·         Perubahan diet
·         Pemeriksaan laboratorium
·         Tangani dehidrasi
Penyakit berat dengan demam
·         Beri dosis pertama antibiotik
·         Antipiretik (paracetamol) jika suhu > 38,50C
·         Suntikkan kinin/endemis malaria
·         Ambil sampel darah
Campak dengan komplikasi berat
·         Beri dosis pertama antibiotik
·         Vitamin A
·         Salep mata untuk mata keruh atau nanh dari mata
Demam berdarah dengue (DBD)
·         Tanda-tanda syok
·         Kendalikan kadar glukosa
·         Antipiretik (paracetamol) jika suhu > 38,50C
Mastoiditis
Beri dosis pertama antibiotik
Dehidrasi berat
Rencana terapi C
·         Kendalikan kadar glukosa
·         Antibiotik untuk kolera (edemis kolera)
Gizi buruk dan anemia
Beri satu dosis vitamin A tanpa menghiraukan status pemberian vitamin A sebelumnya

Daftar tindakan segera pra-rujukan (cukup dosis pertama)
·         Beri antibiotik yang sesuai
·         Beri kinin untuk malaria berat
·         Beri vitamin A
·         Mulai beri cairan IV untuk anak DBD dengan syok
·         Lakukan tindakan untuk mencegah turunnya kadar gula darah
·         Beri obat antimalaria oral
·         Beri paracetamol untuk panas tinggi/nyeri akibat mastoiditis
·         Beri salep mata tetrasiklin atau kloramfenikol
·         Beri oralit sedikit demi sedikit dalam perjalanan ke rumah sakit

Jika dibutuhkan rujukan anak
·         Jelaaskan pentingnya rujukan dan minta persetujuan
·         Hilangkan kekhawatiran
·         Tulis surat rujukan
·         Beri peralatan dan instruksi yang diperlukan pada ibu/pengantar untuk merawat selama perjalanan.

2)      Tata Laksana Bayi Sakit (1-2 Minggu)
Menentukan Klasifikasi
Kondisi bayi harus ditetapkan klasifikasi gangguan yang dialaminya
a)         Infeksi bakteri : mungkin infeksi bakteri yang serius, dan infeksi bakteri lokal.
Penilaian kemungkinan infeksi bakteri
·         Tanyakan apakah bayi kejang
·         Hitung pernafasan dalam 1 menit
·         Lihat tarikan dinding dada
·         Lihat pernafasan cuping hidung
·         Lihat dan raba ubun-ubun
·         Lihat cairan nanah dari telinga
·         Lihat pusar
·         Ukur suhu badan (tinggi atau rendah)
·         Lihat adanya pustul di kulit
·         Amati keadaan umum (letargi atau tidak sadar)
·         Lihat gerakan bayi

b)        Diare : dehidarasi berat, dehidrasi ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare persisten berat, atau mungkin disentri/gangguan saluran cerna.
Penilaian diare
Gejala
Klasifikasi
Terdapat 2 gejala atau lebih tanda :
-          Letargi atau tidak sadar
-          Mata cekung
-          Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
Dehidrasi berat
Terdapat 2 atau lebih tanda :
-          Gelisah atau rewel
-          Mata cekung
-          Cubit kulit perut kembali lambat
Dehidrasi ringan/sedang
Tidak cukup adanya tanda-tanda untuk diklasifikasi sebagai dehidrasi
Diare persisten berat
Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare persisten berat
Ada daarah dalam tinja
Mungkin disentri atau gangguan saluran cerna

Jika bayi mengalami kesulitan minum, diberi ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam, diberi minuman atau makanan lain selain ASI, berat badan rendah menurut usia dan tidak ada indikasi untuk dirujuk segera ke rumah sakit, lakukan penilaian pemberian ASI.
·         Tanyakan apakah bayi telah diberi ASI beberapa jam sebelumnya.
·         Lihat cara pemberian ASI
·         Apakah bayi dapat melekat dengan baik (posisi dagu, mulut, bibir, dan areola [4 tanda])
·         Apakah bayi menghisap dengan efektif
·         Bersihkan hidung yang tersumbat


Tabel Klassifikasi masalah pemberian minum/ASI
Gejala
Klasifikasi
Tidak dapat minum atau Sama sekali tidak melekat pada payudara atau tidak dapat menghisap sama sekali
Tidak dapat minum mungkin terjadi infeksi bakteri serius
Melekat kurang baik atau menghisap kurang efektif atau pemberian ASI kurang dari 8 kali dalam 24 jam
Masalah pemberian minum atau berat badan rendah
Mendapatkan makanan atau minuman lain selain ASI atau berat badan menurut usia rendah atau mendapat trush (luka atau bercak di mulut)

Berat badan menurut usia rendah dan tidak ada tanda pemberian minum yang kurang adekuat
Tidak ada masalah pemberian minum

Tindakan Pra-rujukan
Beberapa tindakan pra-rujukan meliputi :
·         Beri dosis pertama antibiotik intramuskular;
·         Jika menderita infeksi lokal, beri dosis pertama antibiotik oral;
·         Jaga agar bayi tetap hangat;
·         Jaga agar gula darah tidak turun

Tabel Pemberian Antibiotik Dosis Pertama
Berat badan
1 Kg
2 Kg
3 Kg
4 Kg
5 Kg
Gentamicin (vial 40 mg/ml)
0,10 ml
1,125 ml
0,20 ml
0,25 ml
0,30 ml
Penicilin prokain (vial 600 mg)
0,15 ml
0,33 ml
0,50 ml
0,66 ml
0,75 ml

Jika rujukan tidak memungkinkan, beri penisilin prokain sekali sehari dan gentamisin tiap 12 jam sekali, diberikan selama 5 hari. Pemberiannya dengan spuit 1 ml. antibiotik oral pilihan pertama adalah kontrimoksazol (hindari pemakaian pada bayi kurang dari 1 bulan yang prematur atau kuning) dan pilihan kedua adalah amoksililin.
Tabel Pemberian Antibotik Oral
Usia
atau berat badan
Kontrimoksazol
(diberikan 2 kali sehari selama 5 hari)
Amoksisilin
(diberikan 3 kali sehari selama 5 hari)
Tabel dewasa
Tablet anak
Sirup 5 ml
Sirup 125 mg/ 5 ml
<4 minggu (<3Kg)
1/8
½
1,25 ml
1,25 ml
4 minggu–2 bln (3-4 Kg)
¼
1
2,5 ml
2,5 ml

Tindakan Lanjut
a)      Pneunomia
Sesudah 2 hari munculnya gejala, lakukan pemeriksaan untuk menentukan adanya tanda bahaya umum, lakukan penilaian untuk batuk/sukar bernafas. Tanyakan apakah anak bernafas dengan lambat, apakah nafsu makan anak membaik. Jika ada tanda bahaya umum dan tarikan dinding dada, beri dosis pertama antibiotik pilihan kedua, kemudian rujuk dengan segera. Jika frekuensi nafas atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaiakn, ganti dengan antibiotik pilhan kedua dan kembali 2 hari kemudian. Jika nafas melambat atau nafsu makan membaik, lanjutan antibiotik sampai 5 hari.
b)     Diare persisten
Setelah 5 hari mulainya diare, jika belum berhenti, lakukan penilaian ulang lengkap, beri pengobatan yang sesuai, dan lakukan rujukan. Jika diare berhenti, ajnurkan pemberian makan yang sesuai dengan usia anak.


c)      Disentri 
Setelah 2 hari munculnya gejala, tanyakan apakah diare berkurang, apakah jumlah darah dalam tinja berkurang, apakah nafsu makan anak membaik. Jika dehidrasi, atasi dehidrasi. Jika diare, jumlah darah dalam tinja atau nafsu makan tetap/memburuk, ganti dengan antibiotik pilihan untuk shigella, dan kembali 2 hari kemudian (kecuali usia < 12 bulan, dehidrasi pada kunjungan pertama, atau campak dalam 3 bulan terakhir,  harus dilakukan rujukan). Jika diare berkurang, jumlah darah berkurang dan nafsu makan membaik, lanjutkan antibiotik hingga selesai.
d)     Malaria
Malari yang dimaksud disini adalah yang terjadi di daerah resiko tinggi atau resiko rendah. Jika anak tetap demam sesudah 2 hari atau demam lagi dalam 14 hari, lakukan penilaian ulang terhadap gejala utama untuk mencari penyebab lain dari demam. Tindakan dilakukan jika ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, kondisi ini harus diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, berikan pengobatan yang sesuai.
Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam periksa sedian darah yang sudah diambil sebelumnya. Jika positif falsifarum atau adanya infeksi campuran, beri antimalaria pilihan kedua. Jika tetap demam, lakukan rujukan. Jika posistif untuk vivak, berikan klorokuin 3 hari + ¼ tablet primakuin perhari selama 5 hari. Jika negatif, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lanjut. Jika anak tetap demam selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
e)      Demam mungkin bukan malaria
Demma disini yang terjadi di daerah resiko rendah malaria. Jika tetap demma setelah 2 hari, lakukan penilaian ulang lengkap untuk tanda gejala utama dan mencari penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda bahaya seperti kaku kuduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebba lain dari demam, berikan pengobatan. Jika malaria merupakan satu-satunya penyebab demam, ambil sediaan darah, beri obat antimalaria oral pilihan pertama tanpa menunggu hasil sediaan darah, nasihatkan untuk kembali dalam 2 hari jika tetap demam. Jika anak tetap demma selama 7 hari, lakukan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
f)       Demam bukan malaria
Demam ini yang terjadi di daerah tanpa resiko malaria dan tidak ada kunjungan ke daerah dfengan resiko malaria. Jika tetap demma setelah 3 hari, lakukan penilaian ulang lengkap  terhadap tanda gejala utama untuk mencari penyebab lain. Tindakan yang dilakukan jika ada tanda umum atau kaku kuduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika ada penyebab lain dari demam, berikan pengobatan sesuai klasifikasi. Jika tetap demam selama 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika tidak diketahui penyebab demamnya, anjurkan untuk kembali dalam 2 hari. Jika tetap demam, pastikan bahwa anak mendapat tambahan cairan dan atau makan.
g)      Campak dengan komplikasi mata atau mulut.
Sesudah 2 hari munculnya gejala, perhatikan apakah matanya merah dan ada nanah keluar dari mata? Apakah ada luka dimulut? Bagaimana bau mulut? Pengobatan infeksi mata diberikan jika mata masih bernanah. Jika pemberian obat sudah benar, lakukan rujukan, tetapi jika salah ajari cara yang benar. Jika mata tidak bernanah dan tidak merah, hentikan pengobatan. Pengobatan luka dimulut diberikan jika gejala memburuk dan tercium bau busuk. Jika demikian, lakukan rujukan. Jika mulut tetap atau makin membaik, lanjutkan pengobatan dengan gentian violet 0,25% sampai 5 hari.
h)     Demam mungkin DBD dan bukan DBD
Jika tetap demam setelah 2 hari munculnya gejala, lakukan penilaian ulang lengkap untuk mencari penyebab lain. Tindakan dilakukan jika ada tanda umum atau kaku kuduk, kondisi ini diperlakukan sebagai penyakit berat dengan demam. Jika penyebab lain, berikan pengobatan yang sesuai. Jika ada tanda-tanda DBD, kondisi ini diperlukan sebagai DBD. Jika tetap demam selama 1 minggu, lakukan rujukan.
i)        Masalah pemberian makan
Setelah 5 hari munculnya masalah, lakukan penialain tentang cara pemberian makan. Nasihati ibu tentang masalah dalam pemberian makanan yang mash ada atau baru dijumpai. Jika ada perubahan yang mendasar, minta untuk kunjungan ulang. Jika berta badan  anak menurut usia sangat rendah, minta kembali setelah 4 minggu untuk evaluasi berat badan.
j)       Masalah pemberian minum
Setelah 2 hari munculnya masalah, lakukan penialaian tentang cara pemberian minum. Beritahu ibu tentang masalah cara pemberian minum. Jka berat badan rendah menurut usia, minta ibu melakukan kunjungan ulang setelah 14 hari untuk evaluasi. Jika berat badan tidak rendah lagi, minta untuk kembali 14 hari kemudianuntuk imunisasi dan lanjutkan evaluasi sampai berat badan bertambah lagi. Tindakan juga dilakukan jika tidak yakin ada perubahan cara pemberian minum atau berat badan terus turun.
k)     Anemia
Setelah 4 minggu munculnya gejala, beri zat besi untuk 4 minggu berikutnya dan beri tahu untuk kembali 4 minggu kemudian. Jika dalam 8 minggu masih pucat, rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jika telapak tangan sudah tidak pucat dalam 8 minggu, tidak diperlukan pengobatan tambahan.
l)        Infeksi bakteri lokal
Setelah 2 hari munculnya gejala, perhatikan tali pusat bayi, apakah merah atau keluar nanah? Apakah kemerahan meluas? Apakah pustula makin banyakatau parah, jika demikian lakukan rujukan. Jika nanah dan kemerahan membaik, lanjutkan antibiotik selama 5 hari.
m)   Luka/bercak dimulut
Setelah 2 hari gejala thrush ini muncul, lakukan penilaian tehadap luka di mulut. Jika bertambah parah atau bayi bermasalah dengan menyusui, lakukan rujukan. Jika luka menetap atau mebaik dan bayi mau menyusui dengan baik, lanjutkan dengan gentian violet 0,25 % sampai 5 hari.


Kartu catatan kunjungan

Tanggal: 23/09/15 Suhu:39 0C Berat badan 5,5 Kg

MALARIAN :BATUK BUKA PNEUMONIA BGM
Pengobatan     : kloroquin, kunjungan:5 hari, 4 minggu, 2 hari jika tetap demam
Pemberian makan: ASI 1 kali malam hari, susu formula dalam botol pagi hari siang:sop + kentang dihaluskan dengan kacang-kacangan.
Diberikan nasihat untuk mengganti susu botol pagi hari dengan ASI sebelum ibu berangkat kerja. beri bubur nasi antara pukul 9-10 pagi



2.2.         
Pengkajian Data (Tanda/Gejala) Yang Sering Terdapat Pada Form MTBS

Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah menjadi milik masyarakat. Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM) oleh Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan penerapannya di lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan tenaga kesehatan yang memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk meningkatkan kelancaran implementasi penerapannya di Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit, dll.
Untuk setiap balita usia 2 bulan - 59 bulan yang diperiksa, hendaknya dicatat pada lembar 'Formulir Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian, klasifikasi penyakit serta tindakan/pengobatan yang diberikan.



KOHORT BALITA
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa dinegara sedang berkembang, terjadi prevalensi. Infeksi H.Pylori dalam populasi tinggi dan infeksi sudah terjadi pada masa anak-anak dan bahkan sejak bayi. Tinggi nya prevalensi H.Pylori sering kali tidak disadari karena infeksi ini umumnya asimtomatik dan memerlukan sarana diagnostik yang relatif mahal untuk mendiagnosisnya. Namun smapai sekarang masih belum jelas yang menjadi sumber penularan terpenting bagi anak-anak tersebut. Secara teoritis, sumber penularan tersebut daat berasal dari dalam keluarga (mis: ayah, ibu, saudara) pengidap H.pylory dan dari keluarga (tetangga), termasuk sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di indonesia, belum banyak dilakukan penelitian epidemiologi infeksi H.Pylori pada anak-anak yang kejadiannya tinggi. Tindakan preventif yang ideal, murah dan mencakup masyarakat luas adalah vaksinasi. Akan tetapi, vaksin sampai saat ini belum tersedia.
            Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor sumber penularan infeksi H.Pylori pada anak-anak usia 0-5 tahun, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk membeuktikan bahwa ibu, ayah, saudara pengidap infeksi H.Pylori, higine dan sanitasi lingkungan berperan sebagai sumber penularanbagi anak-anak balita. Ibu merupakan faktor resiko sumber infeksi pada anak balita yang dominan. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa ibu, terutama yang menyusui adalah orang yang paling dekat dan secara fisik paling erat serta paling lama hubungannya dengan anak-anak balita. Dismaping itu, beberapahasil penelitian lain menimbulkan dugaan bahwa ibu mungkin berperansebagai sumber infeksi H.Pylori yang penting untuk anak-anaknya.
            Penelitian ini adalah suatu penelitian kohort observasional dengan melakukan observasi minimal 6 bulan. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap penelitian pertama dan tahap kedua. Pada penelitian awal dilakukan pengambilan sampel darah seluruh keluarga dan 213 keluarga yang mempunya anak balitayang seluruhnya terdiri dari 969 individu. Pada pemeriksaan awal, ternyata ¾ orang diantaranya didapat kan IgG anti-Hp positif,menunjukkan bahwa prevalensi infeksibH.Pylori pada seluruh populasi yang diteliti adalah 68,6% dan prevalensi pada individu dewasa sebesar 33%. Dari 213 anak balita yang diperiksa 101 orang didaptkan IgG anti-Hp positif atau 47,4% dan 12 orang didaptkan IgG anti-Hp negativ atau 52,6 %. Pada penelitian 6 bulan kemudian, dari 112 orang anak anti-Hp negatif. Pada pemeriksaan 6 bulan kemudian didapatkan 34 orang mengalami serokonversi positif atau 30,4% dan 77 orang tetap IgG anti-Hp negatif. Artinya dalam waktu 6 bulan pada anak-anak balita yang diteliti telah terjadi infeksi H.Pylori baru sebesar 30,4% dan 77 anak balita yang diteliti telah terjadi infeksi H.Pylori baru sebesar 30,4%.
            Dalam penelitian ini, diedarkan uji validitas dan realibilitas yang telah dilakukan. Uji normalitas sampel dilakukan menuurut Kolmogorov spirnov Z. Uji homogenitas dilakukan dengan cara  dari Levence. Uji chi-kuadrat menurut personn dipakai untuk menghitung perbedaan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Uji diskriminan dilakukan terhadap ibu yang menyusui dan tidak menyusui yang menderita infeksi H.Pylori atau tidak, yang melakukan suap bersama atau tidak. Ayah,saudara, anggota keluarga lain yang mengidap infeksi H.Pylori atau tidak, jenis fasilitas iar minum, jenis jamban, jumlah anggota keluarga tiap kamar tidur, status sosio ekonomi keluarga, tingkat pendidikan ibu, dan status gizi anak. Uji diskriminan juga dilakukan terhadap adanya serokonversi positif dari IgG anti H-Pylori.
            Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi infeksi H.Pylori pada populasi yang diteliti di surakarta tinggi, yaitu sebesar 38,6% pada seluruh populasi dan sebesar 33,5% pada individu dewasa.. dalam populasi lain 47,4% dari balita sudah terinfeksi. Infeksi baru pada kelompok ini 30,4% dalam waktu 6 bulan lebih. Dalam penelitian ini, semua nggota keluarga yang terinfeksi dan faktor-faktor lingkungan mempunyai potensi sebagai sumber infeksi. Sumber infeksi yang dominan tidak dapat diidentifikasi karena besarnya peran sebagai sumber infeksi berbeda secara tidak bermakna. Dalam hal ini,peran sumber infekesi H.Pylori dari dalam keluarga  tidak lebih besar dibandingkan dari keluarga. Faktor risiko penularan tidak dapat ditentukan karena sumber infeksi ada dimana-mana. Fenomena ini berlaku dinegara-negara dengan prevalensi infeksi H.Pylori yang tinggi. Ternyata tidak terbutki bahwa ibu yang terinfeksiH.Pylori baik yang menyusui atau tidak, baik yang melakukan suap bersama atau tidak, merupakan faktor risiko sumber infeksi H.Pylori yang berbeda tak bermakna. Artinya, peran ibu tidak lebih besra daripada ayah maupun saudara yang terinfeksi H.Pylori. demikan pula sumber air minum, kondisi sosial, tingkat kepadatan kamrar tidur, dan tingkat pendidikan ibu merupakan faktor risiko sebagai sumber infeksi H.Pylori pada balita yang tidak berbeda secara bermakna dengan faktor resiko lain. Disarnkan untuk melakukan penyuluhan kesehatan, khususnya masalah infeksi H.Pylori, yaitu akibat infeksi, sumber penularan dan cara menghindari infeksi H.Pylori dengan mencuci tangan sebelum makan maupun menyuap, memasak air minum, dan vaksinasi masal bila tersedia vaksin.

A.    BATASAN DAN INDIKATOR PEMANTAUAN

Dalam penerapan PWS KIA, diapai batasan operasional dan indikator pemantauan seperti diuraikan berikut ini:
·           Pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksankan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan.
·           Penjaringan (deteksi) dini kehamilan beresiko. Kegiatan ini bertujuan menemukan ibu hamil beresiko, yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi, dan tenaga kesehatan.
·           Kunjungan Ibu Hamil, maksudnya adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayananan antenatal sesuai standar yang ditetapkan.
·           Kunjungan baru ibu hamil (K1), maksudnya adalah kunjungan pertama kali ibu hamil pada masa kehamilan
·           Kunjungan ulang, maksudnya adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional yang kedua dan seterusnya untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
·           K4, maksudnya adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional yang keempat atau lebih. Untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar yang ditetapkan, syaratnya minimal melakukan satu kali kontak pada triwulan 1, minimal satu kali kontak pada triwulan 2, dan minimal dua kali pada triwulan 3.
·           Cakupan K1, maksudnya adalah persentaseibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayananan antenatal sesuai standar paling sedikit satu kali selama kehamilan.
·           Cakupan ibu hamil (Cakupan K4), maksudnya adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kai, dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga.
·           Sasaran Ibu Hamil, sasaran ibu hamil adalah semua ibu hamil di suatu wilyah dalam kurun waktu satu tahun.
·           Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, maksudnya adalah persentase ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong persalinanannya oleh tenaga profesional.
·           Cakupan penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat, maksudnya adalah perentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, yang kemudian dirujuk ke puskesmas/ tenaga profesional dalam kurun waktu tertentu.
·           Cakupan penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan, maksudnya adalah persentase ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenaga profesional, yang ditindak lanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan/ atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu tertentu.
·           Ibu hamil beresiko, maksudya adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko tinggi kecuali ibu hamil normal.
·           Cakupan pelayanan neonatus ( Cakupan K1 Neonatus ), maksudnya adalah persentase bayi pada usia neonatus  (kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal satu kali dari tenaga professional dalam kurunwaktu tertentu

B.     Pengisian Kohort Ibu

Register Kohort Ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan bersalin, serta keadaan resiko yang dimiliki ibu. Petunjuk pengisian Register Kohort Ibu.
Kolom :
1.      Diisi nomor urut
2.      Diisi nomor indeks dari family folder SP2TP
3.      Diisi nama ibu hamil
4.      Diisi nama suami ibu hamil
5.      Diisi alamat ibu hamil
6.      Diisi usia ibu hamil yang sebenarnya dengan
7.      Angka, misalnya usia 23 tahun diisikan pada
8.      Kolom 7
9.      Diisi usia kehamilan ibu pada kunjungan pertama
10.  Dengan angka, misalnya 20 minggu
11.  Pada kolom 10
12.  Diisi jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh
13.  Ibu yang bersangkutan, misalnya kehamilan
14.  Ke – 4, diisikan angka 4 pada kolom 13
15.  Diisikan tanggal ditemukan ibu dengan berat badan kurang dari 45 kg pada trimester II
16.  Diisi tanda (√) bila tinggi badan ibu < 145 cm
17.  Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan Hb < 8gr%
18.  Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan tekanan darah 160/9r mmHg
19.  Diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi
20.  NK= Non Kesehatan, K = Kesehatan
21.  Diisi tanda (√) bila jarak kehamilan <2 tahun
22.  Atau > 2 tahun
23.  Diisi tanggal ibu hamil mendapat imunisasi TT1
24.  TT2 dan
25.  TT ulang
26.  – 49.         Diisi tanggal pada bulan yang sesuai dengan kunjungan ibu hamil dengan kode
O untuk K1
# untuk K4
.  untuk persalinan
+ untuk kematian ibu
Contoh :  K4 pada tanggal 21 Januari, dituliskan 21 # pada kolom 26 dan 38
50.  Diisi tanda ( x ) sesuai pertolongan persalinan TK (tenaga kesehatan)
51.  DT (Dukun terlatih)
52.  DTT (Dukun tidak terlatih)
53.  Diisi tanggal kelahiran
54.  LH (Lahir Hidup)
55.  LM (Lahir Mati)
56.  Diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama masa nifas (diharapkan 2 kali kunjungan)
57.  Diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama periode masa nifas sampai 2 tahun (diharapkan minimal 4 kali kunjungan setiap tahun)
58.  Diisi hal lain yang dianggap penting untuk ibu hamil yang bersangkutan.

C.    REGISTER KOHORT BAYI

Register kohort bayi merupakan sumber data pelayanan kesehatan bayi, termasuk neonatus. Petunjuk pengisisn Kohort Bayi.
Kolom :
1.      Diisi nomor urut
2.      Diisi nomor indeks dari family folder SP2TP
3.      – 7. Jelas
8.      Diisi angka dalam gram berat badan bayi yang baru lahir (BBL)
9.      Diisi tanggal kunjungan tenaga kesehatan yang
10.  Memeriksa bayi tersebut
11.  Dan, ditulis  AE1 (Asi Eksklusif bulan pertama)
12.  Diisi tanggal dan kode berat badan bayi yang ditimbang :
N = Naik, T = Turun, R = Bawah garis titik (BGT), # = dibawah garis merah (BMG)
23.  Kolom 12, 13, 14 berturut turut ditulis AE 2, 3, 4 ( Asi Ekslusif bulan ke-2, ke-3, ke- 4)
33.  Diisi diagnosis penyakit penyebab kematian bayi selain tetanus, ISPA, dan diare
34.  Diisi hal lain yang dianggap penting untuk bayi yang bersangkutan.



BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu Negara dan status kesehatan masyarakat. Dalam salah satu upaya untuk kesehatan ibu dan anak maka setiap ibu hamil di suatu daerah dicatat agar resiko – resiko yang dapat terjadi dapat dideteksi lebih dini lagi yang disebut register kohort dan MTBS. Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan balita. Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan bersalin, serta keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir sedemikian rupa yang pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun bayi diwilayahnya setiap bulan sedangkan  kohort Bayi merupakan sumber data pelayanan kesehatan bayi, termasuk neonatal.
Pada Manajemen Terpadu Balita Sakit dapat dipergunakan pada balita sakit dimana sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal kemungkinan jarang terjadi, menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki banyak keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Pendekatan MTBS dapat mengakomodir hal ini karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.
Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu.

3.2.Saran

Untuk tenaga kesehatan khususnya seorang bidan, alangkah baiknya untuk menerapkan register kohort dan MTBS di setiap pelayanan kebidanannya. Agar resiko – resiko yang dapat terjadi pada ibu, bayi dan balita dapat dideteksi lebih dini.

No comments: