Monday, March 26, 2018

Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU)



Pada awalnya, kontrasepsi sering kali dianggap sebagai cara untuk menjarangkan kehamilan atau mengurangi jumlah penduduk. Seiring dengan perkembangan, masalah kontrasepsi tersebut, kini menjadi bagian dari masalah kesehatan reproduksi.Keberadaan metode dan alat-alat kontrasepsi terkini, memaksa para penyelenggara pelayanan Keluarga Berencana untuk memperbaharui pengetahuannya.Masalah-masalah kontrasepsi telah memasuki tahapan yang jauh lebih rumit, yaitu menyangkut masalah kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Adanya kesenjangan keseimbangan sumber daya dan jumlah penduduk di Indonesia berdampak pada kondisi sosio-ekonomi dan pembangunan di bidang kesehatan. Kurangnya pemahaman teknis dan program pelayanan KB berpengaruh terhadap akses (unmet need) dan keikut-sertaan masyarakat atau pengguna potensial dalam program KB.
Teknologi kontrasepsi berkembang sangat pesat dalam waktu tiga dasawarsa terakhir ini. Standarisasi pelayanan kontrasepsi secara nasional dan oleh Badan Internasional (misal: WHO) telah diterbitkan secara berkala. Sayangnya,perkembangan tersebut tidak selalu diikuti dengan cermat oleh para petugas kesehatan dan keluarga berencana di Indonesia.
Berbagai kontroversi timbul dalam perkembangan teknologi kontrasepsi selama ini, khususnya mengenai dampak negatif penggunaan kontrasepsi bagi wanita dalam jangka panjang. Banyak berbagai pertanyaan yang diajukan tentang berbagai risiko negatif penggunaan kontrasepsi, tetapi sangat sedikit penyampaian informasi tentang dampak positif kontrasepsi kepada kesehatan reproduksi wanita. Padahal, kontrasepsi tidak hanya memiliki dampak negatif, tetapi memiliki dampak positif seperti mencegah jenis kanker tertentu dan anemia yang seringkali dijumpai pada wanita di Indonesia.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upayauntuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan penyegaran pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi kontrasepsi maupun perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KB bagi masyarakat.Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan. Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan. Bidan merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Para anggota IBI diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi, peralatan, sarana, prasarana, dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan jumlah akseptor KB.

1.        Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa itu CTU.
2.        Untuk mengetahui mengapa harus ada CTU.
3.        Untuk mengetahui aplikasi CTU di Indonesia.
4.        Untuk mengetahui implikasi CTU  terhadap pelayanan kebidanan.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1.             Contraseptive Technology Update (CTU)
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi.
a.         Merupakan upaya untuk selalu memberi informasi dan teknologi terkini dalam kontrasepsi
b.         Beberapa informasi terkini merupakan perbaikan informasi sebelumnya, hasil temuan mutakhir atau lebih dikenalinya mekanisme kerja alat kontrasepsi
c.         Penyegaran informasi dan teknologi merupakan pula perluasan akses dan perbaikan mutu serta mengurangi barier   irasional terhadap pelayanan
d.        Hasil kajian selintas tentang kualitas pelayanan KB menunjukkan bahwa sebagian besar petugas pelaksana tidak mengikuti perkembangan mutakhir informasi dan teknologi kontrasepsi
e.         Petugas pelaksana masih mengacu pada informasi dan teknologi beberapa tahun sebelumnya sehingga  tidak dapat mengikuti paradigma baru program KB
f.          Perlu penyegaran informasi dan teknis sebagai upaya perluasan akses dan peningkatan mutu pelayanan KB (melalui baku klinis dan institusional) bagi masyarakat yang membutuhkan


TABEL 2.1
DISTRIBUSI PESERTA KB BARU PROVINSI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL BERDASARKAN INDIKATOR PPM  JANUARI-AGUSTUS 2014

No.
Jumlah Peserta KB Baru Berdasarkan Jenis Kontrasepsi
Provinsi Sumatera Barat
Nasional (Indonesia)
1.
IUD
PPM
12.946
921.540
Pencapaian
6.374
322.349
%
49,24
34,98
2.
MOW
PPM
1.802
124.982
Pencapaian
1.532
68.594
%
85,06
54,88
3.
Implant
PPM
38.356
1.508.657
Pencapaian
9.777
445.306
%
25,49
29,52
4.
Suntik
PPM
40.473
2.531.146
Pencapaian
46.406
2.377.313
%
114,66
93,92
5.
Pil
PPM
31.023
2.135.568
Pencapaian
18.478
1.189.298
%
59,56
55,69
6.
MOP
PPM
398
29.825
Pencapaian
107
8.483
%
26,88
28,44
7.
Kondom
PPM
10.772
351.476
Pencapaian
6.316
257.049
%
58,63
73,13

Peran bidan dalam keluarga berencana diakui oleh WHO, International Confiseration of Midwife (ICM), kemudian International of Gynaecologist and Obstetricians, and EC Midwives Directives (UKCC 1988), bidan harus dapat memfasilitasi klien melalui pengetahuan dan pilihan dengan memberikan informasi dan saran mengenai keluarga berencana yang baik.
Isu seputar penggunaan alat kontrasepsi meningkatkan adanya kebutuhan yang tidak dapat diungkapkan oleh wanita, bidan menjadi faktor penentudalam memanfaatkan dan menciptakan kesempatan agar wanita dapat menyatakan kebutuhan mereka. Kesempatan berdiskusi mengenai persoalan kesehatan seksual mungkin tidak hanya berpengaruh pada wanita,pasangan dan anak – anaknya, bahkan juga temannya, dan pada akhirnya mungkin dapat membantu mereka mengambil keputusan yang tepat terkait dengan kesehatan seksualnya.
Guillbaud (1999) menyatakan bahwa alat kontrasepsi yang ideal seharusnya 100% efektif, sangat aman, reversible, dan tidak menimbulkan nyeri. Kontrasepsi seharusnya tidak mengganggu spontanitas, tidak mengotori, tidak  berbau atau berasa menyengat. Selain itu, harus mudah digunakan, murah, tidak bergantung pada ingatan penggunanya, dan tidak bergantung pada petugas kesehatan saja. Metode yang digunakan juga tidak bertentangan dengan budaya setempat. Kontrasepsi semacam ini hingga saat ini belum tersedia. Akan tetapi, jika memiliki pengetahuan terkini mengenai metode kontrasepsi dan hal yang perlu diperhatikan setelah melahirkan, bidan dapat memfasilitasi pilihan yang paling tepat bagi wanita dan pasangannya.

Pemberian layanan keluarga berencana modern banyak berhutang budi pada pekerja seperti Marie Stopes yang membuka klinik pertamanya pada tahun 1921. Pada beberapa tahun terakhir, terdapat perhatian seputar penutupan klinik keluarga berencana (FPA, 1995g), meskipun pemberian layanan keluarga berencana baik oleh klinik maupun dokter umum dianggap penting dan bersifat melengkapi. Layanan yang menggabungkan kontrasepsi dan pengobatan genito-urinaria (GUM, Genito-Urinary Medicine) pada satu klinik memiliki keuntungan bagi beberapa klien tertentu dan jenis layanan ini tersedia di beberapa area. Selain itu, sebagian besar dinas kesehatan kini menyediakan klinik dan proyek yang  dikhususkan bagi para remaja dan laporan Social Exlusion Unit (DoH 1999c) menyatakan bahwa salah satu tujuan khususnya adalah menargetkan kebutuhan untuk mengurangi sebagian angka konsepsi yang terjadi pada remaja dibawah 18 tahun hingga tahun 2010.

2.4.  Metode Kontrasepsi Terkini di Indonesia
Saat ini, lebih dari 100 juta perempuan di Afrika Tengah, Selatan, sub-Sahara dan Asia Tenggara memiliki kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi karena faktor yang terkait metode.Alasan utama adalah kekhawatiran perempuan terhadap efek samping alat kontrasepsi saat ini.Selain itu, mereka ingin tambahan pilihan metode yang dapat digunakan sesuai kebutuhan.Perempuan lainnya memiliki suami yang menentang penggunaan keluarga berencana dan mereka ingin metode yang dapat digunakan secara terselubung.Tantangan struktural juga menciptakan rintangan.Metode long-acting (jangka panjang) membutuhkan infrastruktur klinis untuk penyisipan dan penghapusan kontrasepsi, dan metode short-acting memerlukan kunjungan berkelanjutan ke penyedia layanan untuk pengambilan berkala.Bagaimana kita dapat mengisi kesenjangan dan memperluas pilihan bagi para perempuan itu?
Kontrasepsi suntik adalah salah satu metode yang paling populer di seluruh dunia, namun tingkat penghentian dapat setinggi 50 persen pada tahun pertama, seringkali karena perempuan melewatkan tindak lanjut. Sebuah metode suntik dengan interval yang lebih panjang antar injeksi ulang akan lebih memudahkan wanita dan penyedia, dan kemungkinan lebih berjangka panjang dibandingkan dengan pilihan injeksi saat ini. Kemungkinan lain adalah implan biodegradable yang tidak memerlukan tindakan pengambilan, yang mungkin sulit untuk diakses dalam sumber daya yang terbatas, atau sistem implan reservoir yang dapat dihentikan dan diteruskan oleh seorang wanita tanpa pernah harus dihapus.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode mudah yang memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dan infeksi/ penyakit menular seksual, termasuk HIV. Pendekatan non-steroid akan mengatasi kebutuhan perempuan yang ingin menghindari efek samping dari metode hormonal umum, sementara pendekatan non operasi untuk sterilisasi bisa lebih aman bagi perempuan yang tidak ingin anak lagi.
Keterjangkauan adalah masalah penting.Teknologi yang paling inovatif sering terlalu mahal bagi perempuan di negara-negara termiskin.Hal ini terutama berlaku untuk beberapa metode long-acting.Meskipun tersedia untuk lebih dari 25 tahun, penggunaan implan masih terbatas di negara berkembang hingga saat ini, sebagian besar karena biaya.Meningkatnya ketersediaan implan yang lebih terjangkau berpotensi untuk meningkatkan akses dan membantu menurunkan harga implan secara keseluruhan.Sistem hormone-releasing intrauterine system (dikenal sebagai Mirena) yang telah sangat populer di pasar Amerika dan Eropa hanya tersedia pada skala yang sangat kecil di negara berkembang, karena harga tinggi.
Selama empat dasawarsa terakhir ini, teknologi kontrasepsi telah berkembang dengan pesat.Perkembangan tersebut diarahkan agar teknologi kontrasepsi dapat mengatasi masalah pertumbuhan penduduk secara maksimal. Dengan kata lain, aspek kegagalan penggunaan kontrasepsi (terjadinya kehamilan) adalah satu-satunya pertimbangan utama dalam pengembangan alat dan obat kontrasepsi (Coffee dan Salak, 1998). Kedepan perkembangan teknologi kontrasepsi perlu mempertimbangkan hak-hak reproduksi dan aspek kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam perkembangan teknologi kontrasepsi antara metode pria dan wanita.Saat ini kontrasepsi perempuan telah berkembang secara pesat dengan berbagai alternatif dan angka kegagalan yang sangat rendah (Kammen, Oudshoorn, 2004).Sebaliknya, kontrasepsi pria masih terbatas jenisnya, karena tidak dikaitkan dengan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi seseorang dan aspek kesetaraan gender.Masalah inilah yang menjadi landasan mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada teknologi kontrasepsi pria (Keder, 2002).
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan.Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan.Sampai hari ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi perempuan.Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria.Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004).Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi pria.Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen).Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita.Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya.

Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria terutama dalam hal:
1.         Menekan jumlah sperma yang dikeluarkan.
2.         Variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan azoospermia.
3.         Meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan.
Selain metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai penelitian kontrasepsi pria telah difokuskan pada metode immunocontraception (Suri, 2005).Metode ini pada prinsipnya juga didasarkan pada metode hormonal dan telah dikembangkan sampai tahapan uji klinik pada manusia.Disamping itu dilakukan pula penelitian dengan metode SMA (Styrene maleic anhydride) yaitu metode non bedah yang menggunakan pendekatan metode non hormonal untuk kontrasepsi pria.Cara kerjanya melalui perusakan membran sperma, mengurangi fungsi sperma, dan menghambat fertilisasi.Dari review berbagai penelitian juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat kontrasepsi non-hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al, 2005).
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan sampai saat ini masih belum dapat diedarkan di pasaran sebagai mana alat kontrasepsi pada perempuan.Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan untuk kepentingan program keluarga berenacana.Untuk itu perlu pemahaman lebih lanjut agar perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua pihak.

Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi memang terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat kontrasepsi.beberapa alat kontrasepsi diantaranya :
a.         Kontrasepsi hormonal
1)        Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita.Namun dengan penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.
Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah.Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria.Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron.Berdasarkan uji coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.
Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik dengan 500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan) hanya 1,1 per 100 pria dalam kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga melaporkan tidak ditemukannya efek samping dalam penggunaan suntikan ini. Selain itu, setelah penghentian suntikan, kemampuan memproduksi sperma pada laki-laki  tersebut kembali normal.
2)        Desogestrel
Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar). Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.
3)        Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester (testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1970.Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis.Pada relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45 persen.Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter antar negara tentang penggunaan adrogen tersebut.Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama, sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain.
Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral tulang, dan menurunkan lemak tubuh.Tergantung dasar penilaian yang dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal tersebut dapat dilihat memberikan benefit yang positif.Kadar testosteron darah yang melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.

4)        Androgen dan Kombinasi dengan Progestin
Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya progestin, akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik. Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah diteliti sebelumnya.Penilitian beberapa waktu membandingkan pengaruh injeksi testosteron enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral dengan dosis 250 µg per hari.Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen dengan progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau oligozoospermia dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya dapat membuktikan bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per oral.Testosterom enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi depotmedroksi progesterone acetat (DMPA), desogestrel oral, dan cyproterone acetate (progestin dengan antiandrogenik).Pada semua penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat efek androgen. Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill levonogestrel (250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan secara i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi azoospermia, sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi semakin lemah.Demikian juga kombinasi antara testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA (300 mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi, testosteron tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral atau implan memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang atau baru saja diselesaikan antara lain:
1.      Kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel impan
2.      Testosteron peelt dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau etonogestrel impan
3.      7-α metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel impant
4.      Testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan. Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang sangat kuat sekali. Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA dikombinasi dengan testosteron enanthate (100 mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan azoospermia atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji. Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA (50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun testosteron diberikan pada dosis fisiologis. Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria. Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor (SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang bekerjanya dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat yang berbeda. Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor tertentu (selective oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang tetapi antagonis di payudara.Tamoxifen bekerja agonis di uterus, raloxifen tidak.MENT adalah modulator selektif androgen reseptor yang bekerja agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron.Pada penelitian klinis, MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-laki yang mengalami defisiensi androgen.Atas dasar beberapa penelitian ini pabrik farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari, tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat.Demikian juga SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap gonadotropin yang mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek minimal pada metabolisme lipid dan karbohidrat.Secara teoritis, hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.
5)        Androgen dan GnRH Antagonis
GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk tidak menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika diberikan dengan dosis yang tinggi, atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki maka akan terjadi supresi pengeluaran hormon LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan sampai kondisi azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis (diberikan secara injeksi subkutan secara harian) dan dikombinasikan dengan androgen akan memiliki pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit, karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar tubuh.
6)        Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa kombinasi estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan memiliki potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga memiliki efek menguntungkan pada tulang serta menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek estradiol dan testosteron yang semula diduga memilki efek additif.
b.         Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1)        Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa.salah seorang peneliti dari universitas Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa  memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs. Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel telur.Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal.Tidak terjadi kehamilan pada si wanita.Dalam uji coba ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur. Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu yang sangat lama.Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.Mulai mencari bahan, memproses secara ilmiah yang benar-benar steril, hingga pengujian di masyarakat.Dalam uji coba itu, pasangan muda harus minum kapsul setiap hari sekali selama 30 hari. Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak daun gandarusa sudah terbukti efektif untuk mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil KB pria ini secara teratur kelahiran bisa dicegah.Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB tersebut mengaku makin jantan. Saat ini proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012 diperkirakan pil KB pria pertama di dunia ini bisa dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB khusus pria ini tak akan mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang mengharapkan tidak ada penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya.Pria yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan batinnya, tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan.Jadi tak perlu takut. Hanya saja yang perlu dicatat adalah  jika benar ini sudah diedarkan jangan sampai disalah gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat.Menurut situs Wikipedia, tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa juga memiliki efek analgetik, antidiuretik.Menurut salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini Hartini, Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.
2)        Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non hormonal mempunyai onset yang cepat dan sedikit dipengaruhi oleh fungsi psikologi lainya yang berkaitan dengan fungsi androgen.Sumber potensial alami dari kontrasepsi non-hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium. Obat non hormonal lainnya yang potensial dan reversibel antara lain adalah vaksin dan suntikan styrene maleic anhydride (SMA) yang disuntikan kedalam vas deferen.\
Obat yang berasal dari sumber natural yang telah banyak diuji cobakan sebagai kontrasepsi pria adalah gossypol.Gossypol berasal dari tanaman kapas dan dapat menghambat pergerakan sperma dan pematangan sperma (spermatogenesis).Studi yang dilakukan di China menemukan bahwa gossypol menekan spermatogenesis pada sebagian besar pria, tetapi oligospermia tidak terjadi secara konsisten dan reversible.Gossypol juga dapat menyebabkan turunnya kalium dalam darah (hipokalemia).Neem dan tripterygium juga berasal dari tumbuhan dan keduanya digunakan sebagai kontrasepsi pria.Keduanya menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang dilakukan pada percobaan pada binatang.Neem adalah tanaman asli dari India, dan sudah digunakan untuk percobaan dalam pengobatan.Tripterigium wilfordii (TW) dan tripterigium hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan yang berasal dari genus yang sama, dan telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional China. Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji cobakan untuk kontrasepsi pada manusia. Dari beberapa penelitian yang ada, Lopez et al (2005) menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi bahwa obat-obat tersebut memiliki pengaruh terhadap sperma, namun belum cukup bukti untuk menjadikan obat-obat tersebut sebagai obat kontrasepsi dalam program kesehatan masyarakat. Gossypol masih memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau tidak sempurna. Penelitian TW dan TH perlu dilanjutkan karena masih sedikitnya bukti-bukti yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap sperma.
Metode nonhormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan ketergantungan pada peran hormon androgen relatif lebih rendah. Dari review berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non-hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al, 2005). Namun demikian,  kombinasi hormon progestin dan testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat non-hormonal. Pada umumnya, baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan keamanan masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji klinik yang lebih besar.Pendekatan non hormonal mempunyai beberapa keuntungan potensial dibandingkan pendekatan hormonal.
3)        Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel blockers (CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam membran sel sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja sperma tetapi tidak berpengaruh pada produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.
c.         Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji apakah gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria.Penelitian ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui cukup aman menghentikan produksi sperma selama enam bulan.Prinsip kerjanya adalah menembakkan ultrasound  ke testis supaya produksi sperma turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk mencari tahu cara mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan, dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-hormonal dengan satu kali perawatan.Dr Tsuruta juga menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau klinik terapi fisik.Maka itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.
d.        Implant
1)        Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit (Hanafi, 2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan dibawah kulit adalah sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul panjangnya 44 mm masing masing batang diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009).
2)        Jenis
a)        Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
b)        Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c)        Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerjanya
3)        Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
a)        Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
b)        Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
c)        Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
4)        Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca pencabutan, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu senggama, tidak mengganggu ASI
5)        Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
a)        Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
b)        Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant.
c)        Biaya Lebih mahal.
d)       Sering timbul perubahan pola haid.
e)        Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
f)         Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang mengenalnya.
g)        Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
6)        Teknik Pemasangan
a)        Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit (intradermal) pada tempat insisi yang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung
b)        Teruskan penusukan jarum ke lapisan di bawah kulit (subdermal) sepanjang 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc pada jalur pemasangan kapsul nomor 1 dan 2
c)        Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit
d)       Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung bisturi sehingga mencapai lapisan subdermal
e)        Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan sudut 45° hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan trokar sejajar dengan permukaan kulit
f)         Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi
g)        Keluarkan pendorong
h)        Masukkan kapsul yang pertama ke dalam trokar dengan tangan atau dengan pinset, tadahkan tangan yang lain di bawah kapsul sehingga dapat menangkap kapsul bila jatuh
i)          Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul ke arah ujung dari trokar sampai terasa adanya tahanan
j)          Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan, dan tarik trocar ke luar sampai mencapai pangkal pendorong
k)        Sambil menahan ujung kapsul di bawah kulit, tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada ujung trokar) terlihat pada luka insisi
l)          Kemudian belokkan arah trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain dari kaki segitiga terbalik (imajiner), dorong trokar dan pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi
m)      Cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua, kemudian dorong kapsul hingga terasa tahanan pada ujung trocar
n)        Tahan pendorong dan tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul pada tempatnya
o)        Tahan ujung kapsul kedua yang sudah terpasang di bawah kulit, tarik trokar dan pendorong hingga keluar dari luka insisi
p)        Raba kapsul di bawah kulit untuk memastikan kedua kapsul Implan-2 telah terpasang baik pada posisinya
q)        Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh dari luka insisi
7)        Pencabutan Kapsul dengan Teknik Presentasi dan Jepit
a)        Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b)        Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c)        Buat insisi kecil (2 mm) dengan ujung bisturi/skalpel sekitar 3 mm di bawah ujung
d)       Tentukan lokasi kapsul yang termudah untuk dicabut dan dorong pelan-pelan ke arah tempat insisi hingga ujung dapat dipresentasikan melalui luka insisi
e)        Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung (mosquito) dan bawa ke arah insisi
f)         Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggunakan ujung bisturi atau skalpel hingga ujung kapsul terbebas dari jaringan yang melingkupinya
g)        Pegang ujung kapsul dengan pinset anatomik atau ujung klem, lepaskan klem penjepit sambil menarik kapsul keluar
h)        Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua
8)        Pencabutan kapsul dengan Teknik Finger Pop Out
a)        Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b)        Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c)        Tentukan ujung kapsul yang paling mudah dicabut
d)       Gunakan jari untuk mendorong ujung kranial kapsul ke arah tempat insisi
e)        Pada saat ujung kaudal kapsul menonjol ke luar, lakukan insisi (2-3 mm) di ujung kapsul sehingga ujung kapsul terlihat
f)         Pertahankan posisi tersebut dan bebaskan jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul sehingga kapsul terbebas ke luar
g)        Dorong ujung kranial kapsul tersebut sehingga ujung kaudal muncul keluar (pop out) dan dapat ditarik keluar melalui luka insisi
h)        Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua.
9)             Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik
a)        Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)Uji efek anestesi sebelum membuat insisi pada kulitTentukan lokasi insisi pada kulit di antara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3 mm dari ujung kapsul dekat siku
b)        Lakukan insisi vertikal di sekitar 3 mm dari ujung kapsul (setelah ditampilkan dengan melakukan infiltrasi Lidokain 1% pada bagian bawah ujung kapsul)
c)        Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi menggunakan klem ‘U’ (klem fiksasi) dan pastikan jepitan ini mencakup sebagian besar diameter kapsul
d)       Angkat klem ‘U’ untuk mepresentasikan ujung kapsul dengan baik, kemudian tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
e)        Sambil mempertahankan ujung kapsul dengan klem fiksasi, lebarkan luka tusuk dan bersihkan jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul sehingga bagian tersebut dapat dibebaskan dan tampak dengan jelas
f)         Dengan ujung tajam klem diseksi mengarah keatas, dorong jaringan ikat yang membungkus kapsul dengan tepi kedua sisi klem (lengkung atas) sehingga ujung kapsul dapat dijepit dengan klem diseksi
g)        Jepit ujung kapsul sambil melonggarkan jepitan klem fiksasi pada batang kapsul
h)        Tarik keluar ujung kapsul yang dijepit sehingga seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan. Letakkan kapsul yang sudah dicabut pada mangkok.
i)          Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua
Susuk/implant disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif berupa hormon.Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi sperma.Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap tahun.Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Macam-macam  Implant :
1)        Non Biodegradable Implan
a)        Norplant (6 kapsul), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 5 tahun.
b)        Norplant-2 (2 batang), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 3 tahun.
c)        Norplant 1 batang, berisi hormon ST – 1435, daya kerja 2 tahun.
d)       Norplant 1 batang,1 batang berisi hormon 3 keto desogestrel, daya kerja 2,5 – 4 tahun.
Saat ini di Indonesia sedang di uji coba IMPLANON, implant 1 batang dengan panjang 4 cm, diamater luar 2 mm, terdiri dari suatu EVA (Ethylene Vinyl Acetate) berisi 60 mg 3 ketodesogestrel yang dikelilingi suatu membran EVA, berdaya kerja 2 – 3 tahun.
2)        Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
a)        Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon levronorgastel dengan daya kerja 18 bulan.
b)        Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol,daya kerja 1 tahun
3)        Yang Paling Sering Dipakai
a)        Norplant
1.        Dipakai sejak tahun 1987
2.        Terdiri dari 6 kapsul silastik (karet silicone) yang berisi dengan hormon levonorgestrel dan uung – ujung kapsul ditutup dengan silastik adhesive
3.        Sangat efektif untuk mencegah kehamilan 5 tahun
4.        Saat ini norplan yang paling banyak dipakai
b)      Implanon
1.        Dipakai sejak tahun 1987
2.        Terdiri dari 2 batang silatik yang padat panjang tiap batang 40 mm, diameter 2,4 mm
3.        Masing – masing batang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogastrel di 2 matriks batang
4.        Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun
c)       Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgastrel dengan lama kerja 3 tahun
e.         AKDR
1)        Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan perintang ke dalam organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal sejak ratusan tahun silam.Namun produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R. Richter.Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga.Pada tahun 1996, muncul IUD yang bisa menghasilkan hormon juga.IUD cukup populer sebagai salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya jangka panjang.Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab perdarahan bercak pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD.Tetapi, sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi dan mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan IUD oleh Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun 1959.Pada saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang paling popular dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap negara.Sekitar 60 – 65 juta wanita di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak di China.AKDR termasuk salah satu kontrasepsi yang sangat efektif.AKDR mempunyai kemampuan mencegah kehamilan yang dinilai sangat efektif.Selain kemudahan dalam pemasangan juga mudah untuk lepas spontan (ekspulsi).Sebagian besar AKDR dilengkapi dengan tali (ekor) agar mudah mendeteksi. Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu AKDR polos (inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper bearing IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated IUD)
2)        Mekanisme Kerja
a)        Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet, baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
b)          Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya .
3)        Rincian mekanisme kerja AKDR adalah sebagai berikut:
a)        Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan serbukan leukosit yang dapat melarutkan blastokist atau sperma.
b)        Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokist tidak dapat hidup dalam uterus.
c)        Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang dapat menghalangi nidasi.
d)       Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
e)        AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk melewati kavum uteri.
f)         Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi.
g)        Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilitas). Ini terbukti dari penelitian di Chili: a. Diambil ovum dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita tanpa menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan senggama sekitar waktu ovulasi.; b. Ternyata ovum dari wanita akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilitas maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah jumlah ovum pada wanita ynag tidak menggunakan kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan embrionik normal.; c. Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
h)        Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carboniyc anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita, dimana Cu menghambat reaksi carboniyc anhydrase sehingga tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b. Mengganggu pengambilan estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c. Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d. Mengganggu metabolisme glikogen.
i)          Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a. Gangguan proses pematangan proliferatif sekretoir sehingga timbul penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses implantasi endometrium tetap berada dalam fase decidual/progestational.; b. Lendir serviks yang menjadi lebih kental/tebal karena pengaruh progestin (Handayani:2010)
4)        Waktu pemasangan
a)        Setiap saat pada siklus haid bila sudah dipastikan wanita tersebut tidak hamil
b)        Pasca persalinan: segera setelah persalinan, 48 jam pertama setelah persalinan atau 6 – 8 minggu setelah persalinan. Perhatian: hindari pemasangan setelah 1 minggu atau 6 minggu karena resiko perforasi saat pemasangan sangat besar
c)        Setelah induksi haid atau aborsi spontan bila tidak ada infeksi
5)        Efek Samping
a)        Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.

b)        Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya siklus haid berubah menjadi 21 hari.
c)        Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
d)       Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
e)        Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang lebih banyak.
f)         Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora normal vagina.
g)        Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga menimbulkan pendarahan.
6)        Upaya Bidan Dalam Menanggulangi Efek Samping
a)        Jika permasalahan ringan, dianjurkan agar dilakukan konseling.
b)        Jika terjadi terdapat infeksi maupun gejalanya segera dibawa ke rumah sakit terdekat.
c)        Pada efek samping amenore, periksa apakah sedang hamil atau tidak.
d)       Apabila tidak, AKDR tidak dilepas. Memberi konseling dan menyelidiki penyebab amenorea apabila dikehendaki.
e)        Apabila hamil, dijelaskan dan disarankan untuk melepas AKDR apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu.
f)         Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR tidak dilepas.
g)        Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilan tanpa melepas AKDR maka dijelaskan adanya resiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.
h)        Untuk penanganan dismenore yaitu memastikan dan menegaskan adanya penyakit radang panggul (PRP) dan penyebab lain dari kekejangan.
i)          Menanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.
j)          Apabila tidak ditemukan penyebabnya diberi analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat, AKDR dilepas dan membantu klien menentukan metode kontrasepsi yang lain.
7)        Pada perdarahan hebat yaitu :
a)        Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan bekelanjutan serta perdarahan hebat, melakukan konseling dan pemantauan.
b)        Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1-3 bulan)
c)        AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR selama lebih dari 3 bulan dan diketahui menderita anemi (Hb <7g%) dianjurkan untuk melepas AKDR dan membantu memilih metode lain yang sesuai.
8)        Keuntungan
a)        Kontrasepsi ini sangat efektif mencegah kehamilan jangaka penjang yang ampuh, paling tidak 10 tahun.
b)        IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.
c)        Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
d)       Metode jangka panjang.
e)        Tidak adanya efek samping hormonal
f)         Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu menyusui tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
g)        Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
h)        Dapat digunakan sampai menopause
i)          Tidak ada interaksi dengan obat-obat
j)          Membantu mencegah kehamilan ektopik
k)        Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur
9)        Kerugian
Setelah pemasangan, biasanya ibu akan merasakan nyeri dibagian perut dan mengalami pendarahan sedikit. Ini biasanya berjalan selama 3 bulan setelah pemasangan dilakukan. Tetapi jika sudah lewat 3 bulan pendarahan masih terjadi harus segera dilakukan pemeriksaan
10)    Teknik Pemasangan AKDR
Teknik pemasangan AKDR pada saat ini memiliki perbedaan dengan yang terdahulu yaitu pada penggunaan tenaculum, dahulu tenaculum tidak digunakan. Perbedaan lain yaitu pengusapan vagina dan serviks menggunakan cairan antiseptic. Dengan perkembangan teknik diharapkan angka kejadian infeksi pasca pemasangan menjadi lebih sedikit.
11)    AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran yang lebih kecil dari AKDR mirena.Mengandung levonorgestrel.Jenis Skyla ini dapat digunakan dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat digunakan dalam jangka waktu 5 tahun.Skyla dapat digunakan oleh wanita yang belum memiliki anak dan mirena digunakan pada wanita yg sudah memiliki anak.
Jenis AKDR yang lain adalah AKDR progestin dengan dua jenis yaitu prigestase yang mengandung progesterone dan mirena yang mengandung levonorgestrel. Cara kerjanya menutup jalan pertemuan sperma dan sel telur, mengurangi jumlah sperma yang bisa masuk tuba falopi (tempat sel telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan tidak siap ditempati sel telur, serta meng-inaktifkan sperma.
Kontrasepsi ini sangat efektif dan bisa dipasang selama satu tahun.Keuntungan lainnya adalah tidak berpengaruh terhadap ASI, kesuburan cepat kembali, dapat digunakan bersama dengan obat tuberculosis, epilepsi, dan hormon estrogen untuk wanita perimenopause. Keterbatasannya perlu dilakukan pemeriksaan dalam, harga dan pemasangan relatif mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus, menyebabkan amenore pada penggunaan jangka panjang, menurunkan kadar HDL kolesterol, memicu pertumbuhan mioma dan kanker payudara, serta meningkatkan resiko rangang panggul. Kontraindikasi pengguna AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan keguguran), perdarahan per vagina yang belum jelas penyebabnya, keputihan, menderita salah satu penyakit reproduksi, dan menderita kanker.
AKDR progestin bisa dipasang selama siklus haid, 48 jam setelah melahirkan, enam bulan pertama untuk ibu yang menyusui secara eksklusif, serta pasca keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian Progestin adalah versi sintetis dari progesteron, yaitu hormon seks wanita, yang memainkan peran penting dalam kehamilan.Progestin adalah salah satu hormon yang digunakan dalam terapi penggantian hormon yang banyak digunakan untuk mengobati gejala-gejala menopause.Akan tetapi, suntikan progestin juga telah dikaitkan dengan kegagalan perawatan kesuburan.Peneliti menemukan risiko baru dalam penelitian terhadap ketiga kelompok wanita tersebut. Semua alat kontrol kelahiran yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan tidak satupun dari peserta mengalami perubahan berat badan dan peningkatan kadar kolesterol atau tekanan darah.
12)    IUD Pascaplasenta
Angka cakupan akseptor KB pasca salin dan pasca keguguran di Negara berkembang sangat memprihatinkan. Data BPS (2010), dari 237.641.236 penduduk Indonesia dengan angka kelahiran mencapai 5 juta pertahun, angka keguguran 3,5 juta pertahun, hanya 5 – 10% yang menggunakan alat kontrasepsi.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka timbul keprihatinan yang mendalam yang berbuah ide untuk melakukan program pelayanan KB yang meliputi MAL, Suntik KB DMPA, Mini Pil dan Khususnya IUD post Plasenta. IUD post plasenta adalah IUD yang diinsersikan setelah ± 10 menit plasenta lahir.
IUD Post plasenta sangat efektif karena terbukti tidak menambah risiko infeksi, perforasi dan perdarahan, dengan risiko ekspulsi sekitar 6 – 10%/ persyaratan penggunaan IUD Post Plaseta adalah :Ibu hamil / inpartu yang menyatakan persetujuan yang ditulis dalam informed consent. Sedangkan kontraindikasinya adalah ibu yang sedang mengalami anemia, distorsi uterus, malformasi kongenital, uterus fibroid, rupture uteri, ketuban pecah lama dan infeksi intrapartum.
Tidak terlihatnya benang adalah hal yang biasa, karena pada saat pemasangan uterus masih berukuran besar, TFU ± 2 jari dibawah pusat, seiiring berjalannya waktu, IUD akan menyesuaikan dengan bentuk uterus yang semakin lama semakin mengecil menuju ke ukuran normal, dengan berjalannya waktu bennag akan terlihat sendiri. Angka kejadian tidak terlihatnya benang pada awal pemasangan sebesar 5,8%.
Erosi merupakan hal yang wajar pada bulan pertama pemasangan IUD karena adanya proses adaptasi lapisan portio terhadap benang,. Menrut Bercovici dan Gailly menyatakan bahwa penurunan angka kejadian erosi pada akseptor IUD dengan pemakaian ≥ 2 – 3 tahun pemasangan yang disebabkan karena adanya reaksi toleransi tubuh terhadap IUD yang dipakai, sehingga semakin lama kejadian erosi porsio semakin berkurang.
Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan tingkat pengusiran rendah daripada postplacental setelah kelahiranpervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi pasca operasi.
Cara Pemasangan IUD Post Plasenta
a.    Siapkan IUD, potong benang IUD sepanjang 6 cm
b.   Masukkan IUD ke dalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir dengan cara menjepit IUD dengan 2 jari tangan penolong yang sudah ganti sanrung tangan steril. IUD dijepit diujung jari tengah dan telunjuk yang dimasukkan melewati introitus vagina sampai ke fundus.
c.    Bersamaan dengan itu tangan penolong yang diluar memegang fundus  dan menekan ke bawah
d.   Pastikan IUD sudah siletakkan dengan benar di fundus uteri.
Pemantauan IUD Post Plasenta
a.         satu minggu pasca pemasangan
b.        4 minggu pasca pemasangan
c.         6 minggu pasca pemasangan
d.        Setiap ada keluhan nyeri, perdarahan, demam.
a.         MOW (Metode Operasi Wanita)
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan.Karena alasan tertentu misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat kontrasepsi berupa sterilisasi.


Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita merupakan suatu hal yang meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan, sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan cenderung menimbulkan ketakutan.
1)        Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a)          Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di bagian perut.
b)          Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam pelaksanaannya harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di bagian perut.
Namun operasi bedahmeskipun tidak menimbulkan rasa sakit tetap sajabanyakyang tidak menyukainya dan takut jika harusmenjalaninya. Perkembanganteknik danmetode sterilisasi ini terus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga kini telah hadir Metode dan Teknik Sterilisasi Wanita Tanpa Sayatan yaitu Histeroskopi (Hysteroscopy). Dalam pelaksanaan sterilisasi histeroskopi ini sama sekali tidak dilakukan sayatan sama sekali pada perut, pasien juga dapat memilih tanpa pembiusan maupun dengan pembiusan lokal. Tidak seperti teknik lain, setelah pasien menjalani operasi sterilisasi histeroskopi ini pasien  sudah bisa pulang dan juga beraktivitas seperti semula tanpa melaui perawatan inap.
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi ini diharapkan pasien yang menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan bentuk yang sangat kecil. Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli maka akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan memasukkan alat sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan tepat dokter dapat menentukan saluran telur.
Angka kejadian komplikasi akibat histeroskopi berkisar antara satu sampai dua per 100 tindakan histeroskopi operatif. Komplikasi tersering histeroskopi antara lain perforasi dinding rahim, namun biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Komplikasi lain meliputi perdarahan, atau masuknya cairan yang digunakan dalam histeroskopi ke dalam aliran darah.
Kadangkala timbul rasa kram dan keluar cairan dari vagina setelah tindakan histeroskopi.Hubungan seksual sebaiknya dihindari selama beberapa hari sampai tidak ada lagi perdarahan yang timbul.Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan lagi dalam satu atau dua hari.Bila dilakukan pemasangan kateter dalam rongga rahim, biasanya kateter tersebut dapat diangkat dalam beberapa hari.Kadangkala diberikan pula obat-obat hormonal untuk beberapa minggu setelah tindakan.
1)        MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi tanpa sayatan pada perut mulai dikembangkan.Teknik tersebut menggunakan pendekatan histereskopi streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik operasi sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm pada perut (minilaparatomi) atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan terus dimodifikasi sehingga lebih aman dan nyaman.Sekarang, dengan teknologi terkini dan penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta menggunkan bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima dunia kedokteran dan masyarakat awam.Teknik ini menggunkan alat berupa histereskopi yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.
Histreskopi adalah alat kedokteran yang terdiri atas kamera mikro resolusi tinggi (high definition) dengan diameter 0,3 cm yang disertai dengan working channel. Dengan histerekopi, dokter dapat melihat keadaan di dalam rahim melalui monitor dan melihat secara tepat muara kedua saluran telur.Setelah dokter menentukan saluran telur, alat steril yang sangat kecil dimasukkan melalui working channel secara tepat ke dalam saluran telur dengan bimbingan histereskopi secara tepat. Berbeda dari banyak alat kontrasepsi lainnya, alat mikrosteril ini tidak mengandung hormon sehingga tidak akan mempengaruhi siklus haid alami setiap bulan.
Tindakan tanpa sayatan itu bisa dilakukan baik dengan pembiusan lokal maupun tanpa pembius di ruang praktik, khusus dan tidak memerlukan waktu pemulihan lama.Sebab setelah operasi, pasien dapat langsung pulang dan kembali ke aktivitas semula tanpa harus rawat inap.Histereskopi sterilisasi wanita ini dapat dilakukan secara tepat, cepat dan mudah bila ditangani tenaga kesehatan terlatih di sarana kesehatan lengkap.
b.         MOP (Metode Operasi Pria)
1)        RISUG (Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance) / Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah Bimbingan
Metode ini pertamakali ditemukan di India oleh seorang profesor biomedis dari Indian Institute of Technology bernama Sujoy K. Guha.RISUG terdiri dari campuran bubuk stirena maleat anhidrida (SMA) dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang dihasilkan disuntikkan ke vas deferens untuk melapisi dinding vas deferens dan memblokir lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode kontrasepsi yang bekerja di dalam saluran vas deferens atau saluran yang berfungsi untuk mengalirkan sperma.Salah satu keuntungan dari metode ini adalah karena bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat kembali apabila diinginkan.Suntikan ini sangat efektif dan per dosis bisa bertahan hingga 10 tahun.Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
RISUG disuntikkan melalui metode yang mengekspos vas deferens seperti pada metode vasektomi tanpa pisau bedah. Setelah penerapan anestesi lokal, dokter membuat lubang di kulit skrotum yang sangat kecil sehingga tidak memerlukan jahitan tetapi membuat vas deferens mudah terlihat. Proseurnya dengan menyuntikan bahan sejenis polymer yang berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens, sehingga gel tersebut akan melapisi bagian dalam dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.
Gel polymer tersebut nantinya akan membunuh setiap sperma yang melewati saluran vas deferens sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Kemudian apabila pria menginginkan kesuburannya kembali baik dalam hitungan bulan ataupun tahun, maka bahan polymer akan dibersihkan dari saluran vas deferens melalui suntikan lain.
2)        Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma laki-laki.Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, yaitu untuk mencegah kehamilan.Vasektomi adalah salah stu metode kontrasepsi mantap yang paling aman dan efektif yang tersedia untuk kaum pria. Di Amerika, vasktomi digunakan oleh sedikitnya 7 % dari semua pasangan suami isteri. Bila dibandingkan dengan jenis operasi urologi terbanyak dan menduduki ranking tertinggi karena kurang lebih 500.000 ribu pria melakukan Vasektomi setiap tahunnya.
Prevalensi penggunaan metode penutupan vasa deferens (Vasektomi) bervariasi antar negara, dari yang terpopuler di Amerika Serikat sampai dengan yang terendah seperti Indonesia (0,5%). Semula, metode penutupan vasa deferens ini bertujuan permanen.Namun demikian, sifat permanen ini justru tidak atraktif bagi beberapa pria, disamping pertimbangan oleh agama tertentu yang tidak memperbolehkan penggunaan teknologi kontrasepsi bersifat permanen.Oleh karena itu, vasektomi perlu dikembangkan lebih lanjut dalam hal efektifitasnya (menurunkan angka kegagalannya) dan sifat reversibilitasnya agar lebih baik.
Namun fakta menunjukan bahwa beberapa pria tidak terrtarik untuk Vasektommi karena takut akan rasa sakit dan kemungkinan timbulnya komplikasi setelah divasektomi. Dalam praktek sehari-hari, salah satu hal yang sering menjadi masalah adalah ketakutan kaum pria terhadap jarum suntik yang digunkan untuk bius local. Ketika prosedur Vasektomi dimulai, pasien akan dibius local (anestesi local) yaitu dilakukan penyuntikan obat (lidocain) kedalam skrotum / zakar sehingga pada saat divasektomi pasien tidak akan merasa sakit. Akan tetapi proses penyuntikan obat ke dalam skrotum inilah yang sering kali dilakukan oleh yang sering dikhawatirkan sebagian kaum pria. Walaupun bagi beberapa hal tersebut bukan merupakan masalah.Namun penelitian penelitian di bidang ini terus dilakukan. Hal tersebut terus dilakukan, sebab teknik anastesi local tanpa jarum pada saat pasien akan melakukan vsektomi terbukti merupakan pendekatan sederhana dan aman yang dapat meningkatkan kepuasan pasien. Upaya ini dilakukan dengan harapan bahwa membatasi penggunaan jarum akan menurunkan rasa ketakutan pria akan Vasektomi. Sebenarnya upaya untuk meningkatkan popularitas Vasektomi telah dilakukan oleh Cina.Pada tahun 1957, Li Shunqiang seorang dokter dari Cina telah berhasil menemukan metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang mampu meminimalkan trauma, rasa nyeri dan kemungkinan terjasinya komplikasi.Sejak saat itu metode ini diadopsi ke Amerika dan sekitar 15 juta pria diamerika telah divasektomi dengan mengguanakan metode Vasektomi Tanpa Pisau. Untuk melihat efektivitas metode VTP telah dilakukan penelitian yang hasilnya menunjukan bahwa metode VTP 10 kali menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi dibandingkan dengan Vasektomi cara Konvensional. Pengenalan terhadap VTP telah sukses mengurangi ketakutan para pria terhadap skapel / pisau bedah. Kesuksesan China dalam mencapai tujuannya ini dibuktikan dengan meningkatkan rasio sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi wanita diprovinsi Sichuan China, yaitu 3 : 1.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria bila dibandingkan teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para ahli bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit.Sedangkan untuk menyelesaikan teknik Vasektomi konvensional para ahli bedah umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30 menit.Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun konvensional pasien dapat segera kembali bekerja.Namun pada Vasektomi yang konvensional, beberapa pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah divasektomi.Lebih dari itu penelitian menemukan bahwa 1% dari metode Vasektomi yang konvensional dapat menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan, hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Saat di Amerika telah ditemukan teknik Vasektomi terbaru yang merupakan penyempurnaan dari VTP yaitu vasektomi tanpa Pisau dan tanpa jarum.Teknik Vasektomi tanpa pisau dan jarum ini, selain tidak menggunakan pisau bedah juga tidak menggunakan jarum suntik.Perbedaan antara VTP dengan Vasektomi Tanpa Pisau dan jarum terutama pada teknik anestesinya (pembiusan).Vasektomi tanpa pisau dan jarum menggunakan teknik anastesi yang unik, yaitu dengan menggunakan alat khusus (jet injector) sehingga mengurangi rasa sakit pada saat anastesi / pembiusan dilakukan pada kulit skrotum dan vas deferens.
Pada saat proses pembiusan dilakukan dengan alat jet injector yang bertekanan tinggi, cairan anastesi di semprotkan melalui kulit dan langsung menyebar di vas deferens. Menurut penelitian Marc Goldstein seorang dokter spesialis Urologi dari Amerika, beberapa pasien menggambarkan bahwa pada saat anastesi dengan jet injector dilakukan, mereka hanya meraakan sensasi seperti ditekan penghapus karet dikulit skrotum / zakarnya.Marc mengatakan bahwa teknik anastesi local yang seperti ini dimana rasa sakit berkurang lebih jauh, sangat penting untuk Vasektomi.Karena tidak dapat dipungkiri banyak pria yang takut pada tusukan jarum seperti yang dilakukan pada vasektomi konvensional.
Anastesi tanpa jarum dengan jet injection pada pasien vasektomi merupakan teknik baru local anastesi yang onsetnya (mula kerjanya) lebih cepat. Hal ini menurunkan risiko luka akibat jarum dan membatasi penggunaan syringe (suntikan). Cara ini aman, ekonomis dan secara nyata mengurangi rasa nyeri akibat tindakan anastesi. Keuntungan utama dari teknik ini adalah bahwa cara ini menangani ketakutan pria akan rasa sakit akibat tusukan jarum duntik, sehingga dapat meninggalakan popularitas Vasektomi
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu (no scalpel vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi.Hasilnya sama-sama bikin buntu pipa penyalur sel benih.
Sekarang dikenal pula teknik dengan menggunakan klip (Vasclip).Dengan klip khusus sebesar butir beras, pipa sel benih dijepit.Ini sudah dipakai di AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh FDA, tetapi hanya berlaku di kalangan AS saja. Setelah dilakukan vasektomi jangan merasa diri langsung steril dan nubruk sana sini, setelah dilakukan tindakan vasektomi tersebut dianjurkan kepada para pria memakai pengaman terlebih dahulu seperti kondom untuk membuang sel benih yang masih tersisa. Mungkin perlu sampai 20-30 kali ejakulasi sebelum air mani betul sudah bersih tidak berisi sel benih lagi. Pelaksanaan tindakan /pembedahan itu sendiri dilakukan melalui serangkaian proses yang terdiri dari konseling pra tindakan, penyaringan medik, pelaksanan tindakan, konseling pasca tindakan dan kontrol pasca tindakan. Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul pasca vasektomi yaitu : haematom, rekanalisasi dan sperma granuloma.
Penelitian terhadap pemotongan jaringan dengan listrik/kauterisasi (cauterizing) pada bagian ujung vas deferens sedang dilakukan, terutama kaitannya dengan efektivitas metode kauterisasi ini pada jangka panjang.Perlu dicatat bahwa dampak pemotongan vas deferens pada spermatogenesis tidak terjadi secara langsung.Untuk mengosongkan spermatozoa dari sistim ejakulasi memerlukan waktu beberapa minggu, atau ejakulasi berkali. Secara praktis klien diberi pemahaman bahwa dibutuhkan paling sedikit 20 kali ejakulasi sebelum benar-benar status azoosperma (cairan mani yang tidak mengandung sperma). Sebagai alternatif klien perlu diperiksa paling sedikit dua (2) kali dan hasilnya telah dinyatakan bebas dari sperma (azoosperma).

Menurut Agus (2014), tantangan utama adalah bagaimana setiap pasangan yang sudah ingin hamil selalu menggunakan kontrasepsi secara berkualitas. Bagi mereka yang sudah tidak ingin anak lagi, tantangannya ialah bagaimana agar mereka menggunakan MKJP agar dampak demografisnya tercapi secara maksimal. Namun demikian, apabila pilihan klien pada non-MKJP dan pelayanan MKJP tidak bersedia, tantangan program semakin berat karena harus mempertahankan kontinuitas mereka dengan menggunakan metode jangka pendek. Tantangan inilah yang tidak siap dilakukan di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Pertama, Pemerintah harus membangun dan melaksanakan sistem dan mekanisme operasional pelayanan secara khusus untuk daerah yang sulit dijangkau pelayanan, yaitu pelayanan untuk penduduk miskin dan berpendidikan rendah; penduduk bertempat tinggal di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan (DTPK); daerah kumuh perkotaan; dan daerah-daerah baru yang mengalami mengalami pemekaran dan perkembangan pesat.
Kedua, mempromosikan, mengadvokasi dan menjamin tersedianya pelayanan KB untuk semua segmen penduduk, termasuk pria dengan menyediakan fasilitas pelayanan MOP. Agar promosi dapat mencakup semua segmen penduduk, kelompok remaja dan pria harus mendapat penanganan secara khusus. Selain kebutuhan mereka berbeda, upaya memperluas akses terhadap kelompok remaja dan pria mengundang berbagai permasalahan yang sensitif dan perlu mendapat penanganan secara khusus.
Ketiga, Pemerintah harus menjamin pelayanan KB berkualitas untuk sektor swasta dan Pemerintah dengan upaya-upaya :
1.      Penjaminan jumlah dan jenis kontrasepsi yang tersedia di tempat-tempat pelayanan sesuai pilihan peserta dengan systemlogistik dan distribusi kontrasepsi yang mengacu variasi kondisidaerah pelayanan.
2.      Meningkatkan mutu informasi tentangpengaturan kelahiran dan kontrasepsi yang diterima olehpeserta, termasuk informasi tentang efek samping, komplikasi,dan kegagalan serta penggunaan kontrasepsi yang REE.
3.      Meningkatkan secara berkelanjutan tentang kompetensi petugaspelayanan klinis dan calon petugas pemberi pelayanan KB(bidan dan dokter) sejak dalam masa pendidikan sampai bekerjadi lapangan.
4.      Mewujudkan agar hubungan interpersonal antarapetugas pelayanan dan peserta tidak bersifat formalitas dan transaksional tetapi penuh empati dan secara kekeluargaan.
5.      Melakukan tindakan rujukan terhadap wanita dengan kejadian efek samping, komplikasi dan kegagalan sesuai standar pelayan rujukan yang ditetapkan.
6.      Meningkatkan kondisi tempat dan sarana pelayanan sehingga memenuhi standar minimal fasilitas pelayanan yang berkualitas.
Keempat, mempromosikan dan mendorong pelayanan kontrasepsiagar memenuhi kriteria rasional efektif dan efisien(REE), yaitu memberikan jenis kontrasepsi sesuai dengan tujuanuntuk menunda kelahiran anak pertama (postponing),menjarangkan jarak kelahiran (spacing), atau untuk wanita yang tidak ingin punya anak lagi (stopping) serta indikasi medis yang benar. Upaya ini harus diikuti dengan menjamin ketersedian pelayanan metode kontrasepsi jangka panjang (MOP/MOW, IUD, dan implan) yang bermutu bagi wanita yang tidak ingin anak lagi. Selain itu, perlu membantu pengguna metode kontrasepsi dalam bentuk pemberian konseling dan penyediaan kontrasepsi alternatif agar tidak mengalami diskontinuitas sehingga tidak terjadi putus pakai, atau mengalami keterlambatan dalam berganti metode satu ke metode lainnya.
Kelima, dalam rengka menurunkan unmet need maka perlumelakukan monitoring peserta KB dalam sistem informasi yangterpadu dengan sistem informasi kesehatan lainnya, khususnyamereka yang putus pakai (drop out) karena efek samping,komplikasi dan kegagalan serta ganti cara metode kontrasepsi.Untuk itu perlu memastikan bagi peserta yang akan ganti caramendapat pelayanan tepat waktu dan kontrasepsi tersedia sesuaidengan permintaan. Upaya ini harus disertai pemberian informasimelalui KIE dan konseling tentang efek samping, komplikasidan kegagalan penggunaan kontrasepsi sehingga disadaridan diterima kelebihan dan kekurangan setiap alat kontrasepsisehingga yang pernah memakai konrasepsi akan memakai kembali.
Keenam, tantangan yang amat penting ialah Pemberian KIE,konseling dan pelayanan KB secara kontinyu pada daerahdaerahyang sulit dijangkau, khususnya kebutuhan kontrasepsidengan sistem logistik dan distribusi yang sesuai dengan kebutuhan.

Infrastuktur pelayanan dan budaya masyarakat. Hambatannya adalah bahwa daerah-daerah sulit terjangkau memiliki infrastrukturyang minimal (jumlah klinik dan petugas kesehatanminimal) dan pendidikan serta budaya masyarakatnya masihbelum menerima dengan mudah tentang intervensi kesehatanmodern. Masih banyak sekelompok penduduk menentang perempuanmengatur kelahirannya dengan kontasepsi. Apalagimenghadapi masalah remaja yang sudah aktif seksual merupakanupaya yang sangat sulit karena akan melawan budaya,anggama dan realitas sesungguhnya.
Hampir semua negara sedang berkembangkesulitan dalam memenuhi kebutuhan kontrasepsinyauntuk pendudukanya karena sebagian besar masih belum memproduksisendiri di dalam negerinya. Meskipun demikian, hampirsemua jenis kontrasepsi dapat di produksi di Indonesia. Selainitu, produksi dalam negeri akan mengurangi ketergantunganimport yang seringkali mengancam ketersediaan atau logistikkontrasepsi. Bahkan negara-negara sedang berkembangseringkali menggantungkan diri kebutuhannya kepada donorasing dengan komoditi kontrasepsi yang diimport dari negaramaju, sehingga ketersediaan komoditi kontrasepsi di lapangansangat tergantung donor. Apalagi penyediaan metode jangkapanjang selain IUD, pembiayaan yang harus dikeluarkan padaawal penggunaan cukup tinggi sehingga menjadi penghambatdalam penggunaan MKJP.

a.      Menciptakan Lingkungan yang Kondusif pada Program KB
Menciptakan lingkungan yang kondusif dalam program KB adalah prasarat keberhasilan untuk meningkatkan akses terhadappelayanan kontrasepsi modern. Karakteritik KeberhasilanProgram KB harus mencakup beberapa aspek berikut:
1. Kebijakan mendukung dan sensitif gender
2. Evidence-based programming
3. Kepemimpinan yang kuat dan manajemen prima
4. Strategi komunikasi yang efektif
5. Jaminan ketersedian kontrasepsi dan sistem logistik
6. Kinerja staff yang tinggi
7. Pelayanan terfokus pada klien
8. Kemudahan akses pelayanan
9. Pelayanan terjangkau
10. Pelayanan terintergrasi yang tepat
Beberapa faktor tersebut telah terbukti menjadi kunci keberhasilan dalam membangun lingkungan program yang kondusifdi bidang keluarga berencana.

Di negara sedang berkembang, kualitas pelayanan yang rendah dapat dilihat dari masih tingginnyaangka efek samping, komplikasi, dan kegagalan penggunaankontrasepsi. Gap antara efektifitas kontrasepsi secarateoritis dan praktis di lapangan menunjukkan rendahnya kualitaspelayanan. Kebijakan untuk meningkatkan kualitas pelayanantelah dikesampingkan karena konsentrasi pada jumlahpengguna kontrasepsi (dengan sistem target), terutama penggunametode MKJP. Memang benar bahwa MKJP lebih efektifdan efisien dibanding metode non- MKJP, namun kebijakantelah mengabaikan bahwa sebagian peserta KB saat ini (>75%)pengguna metode hormonal. Kebijakan untuk meningkatkankualitas pelayanan penggunaan kontrasepsi hormonal pada fasilitaspelayanan KB tidak dijalankan lagi.
Dimasa lalu, kebijakan dalam hal penggunaan kontrasepsiadalah dengan moto: ‘menggunakan kontrasepsi yang berkualitaslebih baik dibanding tidak menggunakan kontrasepsi sama sekali sehingga tidak terbatas pada penggunaan kontrasepsi MKJP’. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa :
1.      Permintaan pelayanan lebih banyak metode non-MKJP.
2.      Permintaan MKJP belum tentu bisa dilayani, kecuali daerahurban yang tersedia tenaga yang kompeten melayani MKJP.
Oleh karena itu, hanya mempromosikan kontrasepsi MKJP adalah tidak tepat dan bisa mengecoh prioritas peningkatan kualitas. Memang benar, idealnya penggunaan MKJP harus dipromosikan, akan tetapi harus didasarkan pada kenyataan bahwa menggeser permintaan non-MKJP ke MKJP tidak harus dilandasi :
1.      Pemahaman tujuan ber-KB;
2.      Pemahaman REE;
3.      Ketersediaan fasilitas dan tenaga pelayanan MKJP.
Atas dasar kondisi tersebut, seharusnya prioritas utama dalam peningkatan kualitas pelayanan ialah menjamin bahwa penggunaan injeksi dan pill dilayani dan menggunakan kontrasepsi secara berkualitas, khususnya pengguna kontrasepsi pemula pada pasangan usia muda. Kualitas pelayanan yang rendah untuk kontrasepsi injeksi dan pil tersebut menjadi penyebab angka kelahiran yang meningkat pada wanita usia 30 tahun dari tahun 2007 ke 2012. Kebijakan untuk memberikan KIP dan konseling dalam rangka BCC belum berjalan dengan baik yang diikait dengan minimalnya ketersediaan materi-materi KIE tentang penggunaan kontrasepsi di fasilitas pelayanan KB. Sebagai akibatnya, alat peraga untuk menjelaskan kegunaan setiap jenis kontrasepsi di fasilitas pelayaan juga sangat minimal.



3.1    Kesimpulan
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan.Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan.Sampai hari ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi perempuan.Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria.Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004).Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan kontrasepsi pria.Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen).Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita.Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi.(Prawirohardjo, 2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004 adalah cara mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan. Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.Sedangkan kontrasepsi menurut BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update (CTU) merupakan suatu upayauntuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus mengantisipasi beberapa hambatan dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi efek samping, menambah kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus mengetahui teknologi-teknologi kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah mengadakan pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini berdistribusi merata disegala daerah.

3.2    Saran
Diperlukan sosialisasi “contraceptive technology update” bagi para ilmuwan, petugas pelayanan kesehatan dan KB agar mereka mampu mengikuti perkembangan alat, obat dan cara kontrasepsi terkini secara berkala. Dengan meningkatnya pengetahuan mereka, pelayanan KB di Indonesia diharapkan dapat meningkat kualitasnya, sehingga sasaran KB yang ditetapkan dalam Pembangunan Nasional dapat dicapai.